Warga Jabar pesta main angklung di Gedung Sate
19 November 2017 22:00 WIB
Dokumentasi Angklung Untuk Dunia. Ribuan pelajar bermain angklung di stadion Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, Kamis (23/4/2015). Kegiatan pemecahan rekor dunia bermain angklung dengan diikuti 20 ribu pelajar tersebut untuk menyemarakan Peringatan ke-60 Tahun Konferensi Asia Afrika 2015. (ANTARA FOTO/AACC2015/M Agung Rajasa)
Bandung (ANTARA News) - Warga Jawa Barat yang terdiri dari 6.000 pemain angklung yang berasal lebih dari 150 sekolah, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, berkumpul di halaman Gedung Sate Bandung, Minggu, berpesta angklung dalam rangka nemperingati Hari Angklung Sedunia, atau Angklung`s Day 2017.
Sejumlah lagu daerah, lagu kekinian, serta lagu medley, dimainkan secara apik dan meriah.
Saung Angklung Udjo dan Keluarga Besar Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menginisiasi pesta angklung dengan tema pada tahun ini, `Karya Nyata Pemersatu Bangsa`.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar atau Demiz mengatakan, Angklung`s Day 2017 digelar untuk memperingati diakuinya angklung, alat musik khas Jawa Barat, pada sidang ke-5 Inter-Governmental Committe Unesco di Nairobi, Kenya, 16 November pukul 16.20 waktu setempat, ditetapkan sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Oleh karena itu, Demiz mengajak masyarakat untuk membantu melestarikan alat musik tradisional khas Jawa Barat, serta aktif menggiatkan acara terkait angklung. Supaya Angklung sebagai alat musik asli Jawa Barat tetap diakui dunia.
"Sudah tujuh tahun angklung menjadi warisan budaya tak benda yang ditetapkan oleh UNESCO. Ini akan dicabut andaikata kegiatan angklung tidak tumbuh dan berkembang di masyarakat, karena itulah kita selalu remainding (ingatkan) dengan kegiatan Angklung`s Day," kata dia.
Demiz menegaskan Angklung perlu dilestarikan, dijaga, dipelihara, dan diregenerasikan ke seantero nusantara.
Ia juga menyebut, di era ekonomi kreatif saat ini, angklung memiliki nilai jual sebagai seni pertunjukan dan angklung dapat menjadi atraksi bernilai ekonomis yang dapat memajukan wisata nasional.
"Angklung juga jadi potensi besar pada era industri kreatif saat ini, yang bila dikembangkan akan bernilai ekonomi kalau dikemas dengan baik," ujar dia.
Dengan melibatkan para siswa sebagai peserta pada Angklung`s Day kali ini, anak-anak muda diharapkan dapat mengenal dan mencintai budaya bangsa sejak dini.
Sehingga tumbuh kesadaran untuk dapat melestarikan budaya itu sehingga tak hilang digerus zaman.
"Jadi bagaimana mendekatkan anak-anak tadi ada dari TK, SLB, SD, Tsanawiyah, dan semua jenjang sekolah hingga perguruan tinggi, supaya mereka mengetahui dan mengenal budaya sendiri yaitu angklung, jadi harus ditumbuhkan kebanggaan di jiwa generasi muda," katanya.
Angklung juga mengajarkan kesatuan dan kebersamaan, ungkap Demiz seperti diketahui, angklung akan meriah ketika dimainkan lebih dari satu orang, karena satu angklung memiliki satu nada.
Ketika konduktor memberi aba-aba untuk menainkan lagu tertentu secara bersama-sama, maka alunan musik angklung terdengar harmoni. Filosofinya, ketika sekolompok orang bersatu bersama-sama, maka akan tercapai cita-cita bersama yang diinginkan.
"Angklung sebagai instrumen musik legendaris di Indonesia bisa menjadi simbol persatuan dan kesatuan," katanya.
Sejumlah lagu daerah, lagu kekinian, serta lagu medley, dimainkan secara apik dan meriah.
Saung Angklung Udjo dan Keluarga Besar Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, menginisiasi pesta angklung dengan tema pada tahun ini, `Karya Nyata Pemersatu Bangsa`.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar atau Demiz mengatakan, Angklung`s Day 2017 digelar untuk memperingati diakuinya angklung, alat musik khas Jawa Barat, pada sidang ke-5 Inter-Governmental Committe Unesco di Nairobi, Kenya, 16 November pukul 16.20 waktu setempat, ditetapkan sebagai The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Oleh karena itu, Demiz mengajak masyarakat untuk membantu melestarikan alat musik tradisional khas Jawa Barat, serta aktif menggiatkan acara terkait angklung. Supaya Angklung sebagai alat musik asli Jawa Barat tetap diakui dunia.
"Sudah tujuh tahun angklung menjadi warisan budaya tak benda yang ditetapkan oleh UNESCO. Ini akan dicabut andaikata kegiatan angklung tidak tumbuh dan berkembang di masyarakat, karena itulah kita selalu remainding (ingatkan) dengan kegiatan Angklung`s Day," kata dia.
Demiz menegaskan Angklung perlu dilestarikan, dijaga, dipelihara, dan diregenerasikan ke seantero nusantara.
Ia juga menyebut, di era ekonomi kreatif saat ini, angklung memiliki nilai jual sebagai seni pertunjukan dan angklung dapat menjadi atraksi bernilai ekonomis yang dapat memajukan wisata nasional.
"Angklung juga jadi potensi besar pada era industri kreatif saat ini, yang bila dikembangkan akan bernilai ekonomi kalau dikemas dengan baik," ujar dia.
Dengan melibatkan para siswa sebagai peserta pada Angklung`s Day kali ini, anak-anak muda diharapkan dapat mengenal dan mencintai budaya bangsa sejak dini.
Sehingga tumbuh kesadaran untuk dapat melestarikan budaya itu sehingga tak hilang digerus zaman.
"Jadi bagaimana mendekatkan anak-anak tadi ada dari TK, SLB, SD, Tsanawiyah, dan semua jenjang sekolah hingga perguruan tinggi, supaya mereka mengetahui dan mengenal budaya sendiri yaitu angklung, jadi harus ditumbuhkan kebanggaan di jiwa generasi muda," katanya.
Angklung juga mengajarkan kesatuan dan kebersamaan, ungkap Demiz seperti diketahui, angklung akan meriah ketika dimainkan lebih dari satu orang, karena satu angklung memiliki satu nada.
Ketika konduktor memberi aba-aba untuk menainkan lagu tertentu secara bersama-sama, maka alunan musik angklung terdengar harmoni. Filosofinya, ketika sekolompok orang bersatu bersama-sama, maka akan tercapai cita-cita bersama yang diinginkan.
"Angklung sebagai instrumen musik legendaris di Indonesia bisa menjadi simbol persatuan dan kesatuan," katanya.
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: