Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla, di depan peserta Perhelatan Tamadun Melayu Antarbangsa dan masyarakat Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, pada Minggu, menekankan bahwa kebudayaan Melayu merupakan kebudayaan pemersatu.

Wapres dalam sambutannya membuka Perhelatan Tamadun Melayu Antarbangsa mengatakan, budaya Melayu memiliki peran penting dan andil yang besar bagi bangsa Indonesia. Meskipun bangsa Melayu bukan penduduk mayoritas, negara dan bangsa ini memilih Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional negara, kata Wapres.

"Itu tidak terjadi di banyak negara. Banyak negara yang bahasa persatuannya dua atau tiga karena tidak ada yang jadi pemersatu bangsa-bangsa itu. Karena itulah, bangsa melayu menjadi salah satu pemersatu bangsa ini karena itu kita mengharapkan selalu kemajuan dan kebaikan yang tinggi," kata Wapres usai dianugerahi gelar Sri Perdana Mahkota Negara oleh Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau.

Perhelatan Tamadun Melayu Antarbangsa telah menyedot perhatian masyarakat di Daik Lingga, Ibu Kota Kabupaten Lingga. Masyarakat di wilayah yang dikelingi Gunung Daik tersebut, turut menyambut kedatangan Wakil Presiden dan meramaikan suasana di wilayah yang harus ditempuh empat jam menggunakan kapal speedboat dari pelabuhan di Batam tersebut.

Masyarakat di pulau tersebut meramaikan suasana dengan berpakaian tradisional masyarakat Melayu, Teluk Belanga. Sementara sejumlah penjual dari pulau-pulau sekitar menjajakan dagangan diperhelatan tersebut.

Hadir dalam kesempatan tersebut dihadiri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun dan Gubernur Jambi Zumi Zola.

Wapres menyampaikan terima kasih atas penghormatannya gelar adat yang dianugerahkan kepadanya dan untuk istrinya dengan gelar Sri Puan Mufidah Kalla.

Sebagai orang Bugis dirinya merasa terhormat dan mengingatkan kembali Perjalanan sejarah Bugis dan Melayu telah terukir sejak beberapa abad lalu. Di Bugis, Kampung Melayu merupakan wilayah pertama yang dilewati para pelancong melalui Pelabuhan. Pada abad 15-16 diperkirakan 40 ribu penduduk Melayu tinggal di Bugis.

Penduduk Melayu telah menjadi syahbandar, menjadi bahagian dari pemerintahan kerajaan Bugis. "Demikian juga, sejak abad 16-17 orang Bugis sudah ada di tanah Melayu baik sebagai nelayan ataupun sebagai Lanun, tentara atau sebagai pasukan yang siap membela untuk sejengkal tanah Melayu, begitu merupakan sebagai sebahagian kebersamaan kita yang ada di sini," katanya.