Indonesia konsisten ratifikasi Perjanjian Paris
18 November 2017 19:42 WIB
Dokumentasi antrean delegasi KTT Perubahan Iklim (Conference of Parties/COP) ke-21 dari berbagai negara di konter tiket transportasi gratis di area Paris Le Borguet, Paris, Prancis, Minggu (29/11). (ANTARA Foto/Virna Setyorini)
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia konsisten dan merupakan salah satu negara yang aktif dalam meratifikasi Perjanjian Paris yang merupakan upaya global dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim di dunia.
"Konsistensi Indonesia sebagai salah satu negara aktif yang turut meratifikasi Paris Agreement patut didukung oleh semua pihak," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Yudha, dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Sabtu.
Dia mengemukakan itu saat menjadi pembicara dalam Konferensi Semua Pihak Ke-23 (COP 23) Konvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim, di Bonn, Jerman, Rabu (15/11).
Politisi Partai Golkar itu mengemukakan, secara prinsip parlemen Indonesia mendukung penuh upaya pemerintah terhadap komitmen mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya poin target yang ke-13 yaitu menyangkut isu perubahan iklim.
"DPR bersama pemerintah sama-sama berkomitmen untuk mengintegrasikan SDGs ke-13 tersebut ke dalam aksi nasional untuk perubahan iklim yang bersifat lintas sektoral. Ini penting bagi Indonesia sebagai negara yang cukup diperhitungkan perannya dalam forum internasional," paparnya.
Ia juga mengemukakan bahwa Perjanjian Paris hasil COP ke-21/2015 lalu yang telah diratifikasi secara prinsip memberikan peran cukup strategis bagi Indonesia. Bahkan, yang cukup membanggakan bahwa ratifikasi tersebut merupakan yang tercepat dalam sejarah diteken bersama antara pemerintah dengan parlemen.
Menurut dia, aksi nasional untuk perubahan iklim seperti mengurangi emisi sebesar 29 persen tanpa bantuan asing pada tahun 2030 ataupun pengurangan emisi hingga 41 persen dengan bantuan asing sifatnya harus lintas sektoral.
Sebagaimana diwartakan kantor berita Xinhua, COP 23 Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCC) dimulai di Bonn, Jerman, pada Senin (6/11) dengan seruan dipatuhinya Kesepakatan Perubahan Iklim Paris.
COP 23 bertugas memetakan panduan bagi pelaksanaan Kesepakatan Paris, yang disepakati oleh hampir setiap negara di dunia pada 2015. Kesepakatan Paris bertujuan menanggulangi perubahan iklim dengan memangkas buangan gas dan menetapkan sasaran global untuk mempertahankan kenaikan temperatur rata-rata tidak lebih tinggi daripada dua derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.
Dalam upacara pembukaan COP 23, Sekretaris Pelaksana Perubahan Iklim PBB Patriia Espinosa mengatakan, "Bersama dengan Agenda Pembangunan Berkelanjuta, kita memiliki jalur yang jelas untuk sepenuhnya menangani perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan."
Espinosa menjabarkan di Bonn kegiatan yang akan ditangani oleh semua pemerintah adalah melakukan langkah mendasar selanjutnya guna memastikan bahwa sistem operasi Kesepakatan Paris selesai tepat pada waktunya dan memperkuat berbagai sarana yang dilakukan dalam melaksanakannya.
"Konsistensi Indonesia sebagai salah satu negara aktif yang turut meratifikasi Paris Agreement patut didukung oleh semua pihak," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Yudha, dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Sabtu.
Dia mengemukakan itu saat menjadi pembicara dalam Konferensi Semua Pihak Ke-23 (COP 23) Konvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim, di Bonn, Jerman, Rabu (15/11).
Politisi Partai Golkar itu mengemukakan, secara prinsip parlemen Indonesia mendukung penuh upaya pemerintah terhadap komitmen mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya poin target yang ke-13 yaitu menyangkut isu perubahan iklim.
"DPR bersama pemerintah sama-sama berkomitmen untuk mengintegrasikan SDGs ke-13 tersebut ke dalam aksi nasional untuk perubahan iklim yang bersifat lintas sektoral. Ini penting bagi Indonesia sebagai negara yang cukup diperhitungkan perannya dalam forum internasional," paparnya.
Ia juga mengemukakan bahwa Perjanjian Paris hasil COP ke-21/2015 lalu yang telah diratifikasi secara prinsip memberikan peran cukup strategis bagi Indonesia. Bahkan, yang cukup membanggakan bahwa ratifikasi tersebut merupakan yang tercepat dalam sejarah diteken bersama antara pemerintah dengan parlemen.
Menurut dia, aksi nasional untuk perubahan iklim seperti mengurangi emisi sebesar 29 persen tanpa bantuan asing pada tahun 2030 ataupun pengurangan emisi hingga 41 persen dengan bantuan asing sifatnya harus lintas sektoral.
Sebagaimana diwartakan kantor berita Xinhua, COP 23 Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCC) dimulai di Bonn, Jerman, pada Senin (6/11) dengan seruan dipatuhinya Kesepakatan Perubahan Iklim Paris.
COP 23 bertugas memetakan panduan bagi pelaksanaan Kesepakatan Paris, yang disepakati oleh hampir setiap negara di dunia pada 2015. Kesepakatan Paris bertujuan menanggulangi perubahan iklim dengan memangkas buangan gas dan menetapkan sasaran global untuk mempertahankan kenaikan temperatur rata-rata tidak lebih tinggi daripada dua derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.
Dalam upacara pembukaan COP 23, Sekretaris Pelaksana Perubahan Iklim PBB Patriia Espinosa mengatakan, "Bersama dengan Agenda Pembangunan Berkelanjuta, kita memiliki jalur yang jelas untuk sepenuhnya menangani perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan."
Espinosa menjabarkan di Bonn kegiatan yang akan ditangani oleh semua pemerintah adalah melakukan langkah mendasar selanjutnya guna memastikan bahwa sistem operasi Kesepakatan Paris selesai tepat pada waktunya dan memperkuat berbagai sarana yang dilakukan dalam melaksanakannya.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: