Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu menyelaraskan antara UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan kesepakatan ASEAN yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dalam KTT ASEAN di Filipina, beberapa waktu lalu.

"Dengan menandatangani ASEAN Consensus, pemerintah perlu mengimplementasikan nilai-nilai yang menjadi poin penting dalam kesepakatan ini ke dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia," kata Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat.

Menurut Hizkia, UU Perlindungan Pekerja Migran yang disahkan DPR pada 25 Oktober 2017 lalu dinilai belum mengatur sejumlah hal seperti kurikulum pelatihan.

Padahal, lanjutnya, kurikulum itu penting karena menyangkut peningkatan keahlian, serta kemampuan berbahasa dan pengetahuan mengenai hak dan kewajiban mereka.

"Contohnya saja soal penguatan kapasitas pekerja, lalu mengenai penyederhanaan proses pendaftaran dan keberangkatan para pekerja ke negara tujuan, juga hak dari keluarga pekerja migran," paparnya.

Selain itu, ujar dia, poin penting lainnya yang harus ditambahkan dalam UU Perlindungan Pekerja Migran adalah mengenai hak-hak pekerja migran seperti wajib memegang paspor, mendapatkan perlakuan dan penghasilan yang adil, serta hak untuk berkomunikasi hingga berpartisipasi pada asosiasi atau serikat pekerja di negara penerima.

CIPS juga mendorong pemerintah untuk mengevaluasi guna mengetahui dampak nyata dari pelatihan yang telah dilaksanakan, serta perlu pula diberhatikan mengenai lamanya proses pendaftaran dan besaran biaya yang harus dikeluarkan para calon pekerja migran. "Rumitnya regulasi dikhawatirkan bisa mendorong para calon pekerja migran untuk menempuh cara ilegal untuk bekerja di luar negeri," jelasnya.

Sebagaimana diwartakan, sebelum acara penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-31, Presiden Joko Widodo bersama sembilan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan ASEAN menandatangani "ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers" atau Kesepakatan Perlindungan Pekerja Migran di ASEAN yang berlangsung di Manila, Filipina, Selasa (14/11) malam.

Seperti dirilis oleh Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, ASEAN akhirnya mencapai kesepakatan mengenai instrumen perlindungan hak-hak pekerja migran di kawasan Asia Tenggara setelah melalui perundingan selama hampir satu dekade.

Negosiasi ASEAN Consensus yang berawal sejak 2009 merupakan tindak lanjut ditandatanganinya "ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers" oleh para pemimpin ASEAN pada 13 Januari 2007 di Cebu, Filipina.

Dalam negosiasi selama delapan tahun tersebut, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap warga negara Indonesia, baik yang berada di dalam maupun luar negeri sebagaimana diamanatkan UUD 1945.

Pemerintah Indonesia juga turut memperjuangkan agar ASEAN melindungi hak-hak dasar pekerja migran beserta anggota keluarganya dan melindungi pekerja migran yang menjadi "undocumented" bukan karena kelalaian individu.