Mitsubishi Indonesia harapkan kebijakan mobil listrik mampu ciptakan harga terjangkau
15 November 2017 17:46 WIB
Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) Irwan Kuncoro. (ANTARA News/Sella Panduarsa Gareta)
Jakarta (ANTARA News) - PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) berharap agar kebijakan mobil listrik yang sedang disusun pemerintah dapat menciptakan harga mobil jenis tersebut lebih terjangkau di Indonesia.
"Itu mobil mahal, kalau tidak ada subsidi tentunya harganya juga tidak akan kebeli," kata Direktur Pemasaran dan Penjualan MMKSI, Irwan Kuncoro, di Jakarta, Rabu.
Selain itu, Irwan menyampaikan bahwa kebijakan yang mengatur tentang ketersediaan infrastruktur pengisian baterai untuk mobil listrik juga dibutuhkan.
Pada kesempatan itu, Irwan menyampaikan dukungan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Mitsubishi Motors Corporation (MMC) Jepang yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama atau MoU untuk mendukung terwujudnya kebijakan mobil listrik di Indonesia.
"Itu kami dari pihak Jepang yang langsung MoU dengan pemerintah. Nah, kami mendukung kerja sama tersebut. Di mana MMC akan memberikan 10 contoh mobil listrik ke Indonesia. Tapi, kalau MMKSI ya produk itu memang belum ada," ungkapnya.
Ke depan, lanjut Irwan, pihaknya akan mulai fokus mengembangkan mobil listrik di Indonesia.
"Seperti yang saya sampaikan, mobil listrik memang menjadi fokus untuk kami kembangkan ke depan. Semoga ini sejalan dengan kebijakan yang disusun pemerintah," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, yang terpenting bagi produsen otomotif nasional saat ini dalam upaya mempercepat pengembangan dan komersialisasi kendaraan listrik adalah pemberian insentif fiskal, karena tanpa itu, harga mobil listrik 30 persen lebih mahal.
“Sekarang para manufaktur sudah punya teknologinya, tinggal diberi insentif. Kalau tanpa insentif, harga mobil listrik bisa lebih mahal 30 persen daripada mobil biasa, karena menggunakan dua engine,” kata Airlangga melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Airlangga, pihaknya telah melakukan koordinasi dan pembahasan dengan Kementerian Keuangan terkait pemberian fasilitas insentif tersebut.
“Kami berharap bisa segera diselesaikan hingga akhir tahun ini,” ujarnya.
Insentif ini dapat diberikan secara bertahap disesuaikan dengan komitmen pendalaman manufaktur yang telah diterapkan di beberapa sektor industri.
“Misalnya, insentif diberikan karena membangun pusat penelitian dan pengembangan untuk komponen motor listrik, baterai, dan power control unit, serta peningkatan penggunaan komponen lokal,” sebut Airlangga.
"Itu mobil mahal, kalau tidak ada subsidi tentunya harganya juga tidak akan kebeli," kata Direktur Pemasaran dan Penjualan MMKSI, Irwan Kuncoro, di Jakarta, Rabu.
Selain itu, Irwan menyampaikan bahwa kebijakan yang mengatur tentang ketersediaan infrastruktur pengisian baterai untuk mobil listrik juga dibutuhkan.
Pada kesempatan itu, Irwan menyampaikan dukungan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Mitsubishi Motors Corporation (MMC) Jepang yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama atau MoU untuk mendukung terwujudnya kebijakan mobil listrik di Indonesia.
"Itu kami dari pihak Jepang yang langsung MoU dengan pemerintah. Nah, kami mendukung kerja sama tersebut. Di mana MMC akan memberikan 10 contoh mobil listrik ke Indonesia. Tapi, kalau MMKSI ya produk itu memang belum ada," ungkapnya.
Ke depan, lanjut Irwan, pihaknya akan mulai fokus mengembangkan mobil listrik di Indonesia.
"Seperti yang saya sampaikan, mobil listrik memang menjadi fokus untuk kami kembangkan ke depan. Semoga ini sejalan dengan kebijakan yang disusun pemerintah," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, yang terpenting bagi produsen otomotif nasional saat ini dalam upaya mempercepat pengembangan dan komersialisasi kendaraan listrik adalah pemberian insentif fiskal, karena tanpa itu, harga mobil listrik 30 persen lebih mahal.
“Sekarang para manufaktur sudah punya teknologinya, tinggal diberi insentif. Kalau tanpa insentif, harga mobil listrik bisa lebih mahal 30 persen daripada mobil biasa, karena menggunakan dua engine,” kata Airlangga melalui keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Airlangga, pihaknya telah melakukan koordinasi dan pembahasan dengan Kementerian Keuangan terkait pemberian fasilitas insentif tersebut.
“Kami berharap bisa segera diselesaikan hingga akhir tahun ini,” ujarnya.
Insentif ini dapat diberikan secara bertahap disesuaikan dengan komitmen pendalaman manufaktur yang telah diterapkan di beberapa sektor industri.
“Misalnya, insentif diberikan karena membangun pusat penelitian dan pengembangan untuk komponen motor listrik, baterai, dan power control unit, serta peningkatan penggunaan komponen lokal,” sebut Airlangga.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017
Tags: