Surabaya (ANTARA News) - Ketua Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Anthon Sihombing menganggap biaya logistik nasional saat ini masih terlalu tinggi jika dibanding dengan negara tetangga, akibatnya harga produk di pasaran Indonesia lebih mahal.
"Di Indonesia biaya logistik mencapai 30 persen Indonesia, sedangkan Malaysia 17 persen, dan Singapura 15 persen. Artinya biaya di sini masih tinggi, akibatnya harga barang pun juga tinggi," kata Anthon di Surabaya, Senin.
Oleh karena itu, kata dia, GINSI meminta pemerintah agar dilibatkan dalam setiap kebijakan penetapan tarif kepabeanan, khususnya untuk pelayanan pelabuhan dan terkait impor, karena keberadaan biaya logistik saat ini yang masih dianggap tinggi.
Sementara Anggota GINSI Jatim Romzy Abdullah Abdat mengatakan keterlibatan organisasinya dalam setiap kebijakan penetapan biaya kepelabuhanan sangat diperlukan, karena di Jatim saja anggota Ginsi yang aktif mencapai 600 importir.
"Jumlah itu cukup besar. Saat ini dalam kegiatannya importir sedang mengalami masalah terkait komunikasi dengan pemegang kebijakan soal tarif logistik. Tarif logistik di Indonesia masih antara 30-36 persen," katanya.
Karena itu, Romzy mengaku siap membuka komunikasi lagi agar dalam hal penetapan tarif baru kepabeanan, pelayanan pelabuhan dan terkait impor, GINSI disertakan, termasuk regulasi terkait produk tertentu.
"Kami tidak masalah impor apa saja, tapi kalau biaya impor terlalu tinggi, terutama untuk bahan baku akan mempengaruhi industrinya. Bila industrinya sudah mendapatkan bahan baku mahal, nanti produknya akan berharga tinggi yang jadinya kurang bersaing di pasar ekspor," katanya.
Karena itu, Romzy menargetkan ada komunikasi atas asosiasi terkait impor untuk bisa menurunkan biaya hingga mampu mendukung industri dan penjualan di dalam negeri maupun ekspor.
Sementara itu, Ginsi akan menggelar pertemuan bersama dan sosialisasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 63 tenang besi baja dan besi paduan yang akan digelar Selasa (14/11) di Surabaya.
GINSI juga membawahi asosiasi lainnya seperti Asosiasi Logistik dan Forwading Indonesia (ALFI), INSA, Organdasus truk di pelabuhan, dan lainnya, dengan jumlah importir secara nasional sekitar 26.000 hingga 28.000.
GINSI: biaya logistik nasional masih tinggi
13 November 2017 20:46 WIB
Kondisi Pusat Logistik Berikat khusus kapas di Cikarang Dry Port, Bekasi.
Pewarta: Abdul Malik Ibrahim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: