Komitmen pendanaan iklim bertambah di COP-23
8 November 2017 19:25 WIB
Dirjen pengendalian Perubahan Iklim KLHK Nur Masripatin (kanan) bersama Penanggung jawab Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim (COP 23/UNFCC) Agus Justianto (kanan) membuka Paviliun Indonesia di Bonn, Jerman, Senin (6/11/2017). Paviliun Indonesia menampilkan aksi bersama pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengendalikan perubahan iklim. (ANTARA FOTO/Saptono)
Bonn, Jerman (ANTARA News) - Komitmen pendanaan iklim oleh negara maju bertambah setelah Jerman menambah dana adaptasi PBB sebesar 50 juta Euro pada Pertemuan Para Pihak Konvensi PPB tentang Kerangka Kerja Pengendalian Perubahan Iklim (UNFCCC) ke-23 (COP-23) di Bonn, Jerman.
"Fokus negosiasi kali ini antara lain tentang Pendanaan Perubahan Iklim untuk memastikan pelaksanaan komitmen negara maju mendukung pendanaan aksi menghadapi Perubahan Iklim di negara-negara berkembang dan negara pulau-pulau kecil," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Nur Masripatin selaku National Focal Point (NFP) UNFCCC Indonesia di Bonn, Jerman, Rabu.
Ia mengatakan optimisme tercapainya kesepakatan sudah mencuat saat pembukaan COP-23, Senin (6/11).
Menteri Lingkungan Hidup Jerman Barbara Hendriks pada pembukaan konferensi, lanjutnya, telah menyatakan bahwa negaranya akan mendukung dana adaptasi PBB dengan tambahan 50 juta Euro pada 2017. Sementara dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement) telah disepakati bahwa negara-negara maju akan memberikan pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS pada negara-negara berkembang.
Sekretaris Eksekutif UNFCCC Patricia Espinosa sebelumnya juga telah menyatakan bahwa negara para pihak telah memiliki arah yang jelas ke masa depan untuk mengatasi perubahan iklim dan sekaligus melaksanakan pembangunan berkelanjutan, melalui pelaksanaan Kesepakatan Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Menurut dia, sasaran kemajuan yang perlu didorong saat ini antara lain tentang pendanaan perubahan iklim.
Perdana Menteri Fiji yang juga menjadi Presiden COP-23 Frank Bainimarama sebelumnya juga telah mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk membangun koalisi besar antara pemerintah pada semua tingkatan , masyarakat sipil, sektor swasta dan organisasi keagamaan.
"COP-23 kali ini berlangsung ditengah situasi diberbagai belahan dunia yang menghadapi bencana topan, badai, kebakaran hutan, banjir, kekeringan dan meningkatnya mencairnya lapisan es di kutub," ujar Frank.
"Fokus negosiasi kali ini antara lain tentang Pendanaan Perubahan Iklim untuk memastikan pelaksanaan komitmen negara maju mendukung pendanaan aksi menghadapi Perubahan Iklim di negara-negara berkembang dan negara pulau-pulau kecil," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Nur Masripatin selaku National Focal Point (NFP) UNFCCC Indonesia di Bonn, Jerman, Rabu.
Ia mengatakan optimisme tercapainya kesepakatan sudah mencuat saat pembukaan COP-23, Senin (6/11).
Menteri Lingkungan Hidup Jerman Barbara Hendriks pada pembukaan konferensi, lanjutnya, telah menyatakan bahwa negaranya akan mendukung dana adaptasi PBB dengan tambahan 50 juta Euro pada 2017. Sementara dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement) telah disepakati bahwa negara-negara maju akan memberikan pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS pada negara-negara berkembang.
Sekretaris Eksekutif UNFCCC Patricia Espinosa sebelumnya juga telah menyatakan bahwa negara para pihak telah memiliki arah yang jelas ke masa depan untuk mengatasi perubahan iklim dan sekaligus melaksanakan pembangunan berkelanjutan, melalui pelaksanaan Kesepakatan Paris dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Menurut dia, sasaran kemajuan yang perlu didorong saat ini antara lain tentang pendanaan perubahan iklim.
Perdana Menteri Fiji yang juga menjadi Presiden COP-23 Frank Bainimarama sebelumnya juga telah mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk membangun koalisi besar antara pemerintah pada semua tingkatan , masyarakat sipil, sektor swasta dan organisasi keagamaan.
"COP-23 kali ini berlangsung ditengah situasi diberbagai belahan dunia yang menghadapi bencana topan, badai, kebakaran hutan, banjir, kekeringan dan meningkatnya mencairnya lapisan es di kutub," ujar Frank.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: