Jakarta(ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore, bergerak melemah sembilan poin menjadi Rp13.524 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.515 per dolar Amerika Serikat (AS).

"Pelaku pasar akan mencerna kebijakan The Fed selanjutnya. Di tengah situasi itu pelaku pasar bersikap antisipasif," kata analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa pelaku pasar keuangan sedang menanti pidato pucuk pimpinan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Janet Yellen pada pekan ini untuk mencari sinyal seberapa kuat The Fed menaikan suku bunga pada akhir tahun ini dan 2018.

Penjualan ritel domestik yang mengalami koreksi, menurut dia, turut mempengaruhi pergerakan rupiah.

Dalam survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) disebutkan, penjualan eceran pada September 2017 tetap tumbuh, meskipun lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Indeks Penjualan Riil (IPR) pada September 2017 tumbuh 1,8 persen (yoy), dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,2 persen (yoy) menjadi 201,2.

"Meski data ekonomi mengalami pertumbuhan lebih rendah dari sebelumnya, namun fundamental ekonomi nasional masih bagus dan masih terbuka peluang untuk tumbuh lebih baik yang dapat mendorong rupiah kembali terapresiasi," katanya.

Sementara itu, Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail dalam risetnya mengemukakan bahwa ekspektasi harga minyak mentah dunia yang naik dapat menguntungkan negara-negara eksportir komoditas.

"Harga komoditas yang naik dapat menjadi sentimen positif dalam mendorong penguatan rupiah," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (8/11) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp13.524 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.504 per dolar AS