Teguh Juwarno dikonfirmasi soal Novanto kasus KTP-e
7 November 2017 23:42 WIB
Pemeriksaan Teguh Juwarno. Ketua Komisi VI DPR Teguh Juwarno duduk di ruang tunggu sesaat akan diperiksa penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/11/2017). Teguh diperiksa terkait kasus dugaan korupsi KTP Elektronik. (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI 2009-2010 Teguh Juwarno mengaku dikonfirmasi soal Ketua DPR RI Setya Novanto dalam pengembangan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-e).
"Tidak ada yang baru, hanya ditanya apakah mengenal Setya Novanto dan saya sampaikan saya mengenal kemudian apakah mengenal Anang Sugiana, saya katakan tidak mengenal. Kemudian juga Markus Nari," kata Teguh seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Selain itu, ia juga mengaku dikonfirmasi soal anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari dan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
Anang Sugiana Sudihardjo merupakan Direktur Utama PT Quadra Solution yang ditetapkan sebagai tersangka baru kasus KTP-e pada 27 September 2017 lalu.
PT Quadra Solution merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pelaksana proyek KTP-elektronik (KTP-e) yang terdiri dari Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra.
Sementara Markus Nari telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Teguh pun menyatakan bahwa tidak pernah ada pembagian uang kepada dirinya dalam proyek pembahasan KTP-e saat itu.
"Saya tegaskan bahwa tidak pernah ada pembagian uang kemudian juga saya tegaskan saya menjadi anggota Komisi II sampai 21 september 2010 sehingga terkait persetujuan anggaran KTP-e 2011 saya sudah tidak ada di komisi tersebut," ucap Teguh.
Dalam surat panggilan KPK untuk kedatangannya kali ini, Teguh mengaku diperiksa untuk Setya Novanto, Anang Sugiana Sudihardjo, dan Markus Nari.
"Di situ disebutkan untuk Setya Novanto kemudian untuk Anang kemudian satu lagi untuk Markus Nari," kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Ia pun juga mengaku dikonformasi oleh penyidik soal proses pembahasan anggaran proyek KTP-e.
"Ya normatif saja bagaimana pembahasan anggaran di komisi tersebut, tahapannya bagaimana. Itu saja," ucap Teguh.
Dalam dakwaan penuntut umum KPK dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, disebut bahwa Teguh Juwarno yang saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PAN menerima sejumlah 167 ribu dolar AS terkait proyek KTP-e sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Sebelumnya, beredar foto surat dengan kop dan cap KPK bernomor B-619/23/11/2017 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan tertanggal 3 November 2017.
Di dalam surat itu disebutkan bahwa pada Selasa, 31 Oktober 2017 telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri yang diduga dilakukan Setya Novanto bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan.
Para tersangka disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas nama tersangka.
Surat ditujukan kepada Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII No 19, Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman.
Sebelumnya, Novanto pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KPK-e pada 17 Juli 2017 lalu.
Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
"Tidak ada yang baru, hanya ditanya apakah mengenal Setya Novanto dan saya sampaikan saya mengenal kemudian apakah mengenal Anang Sugiana, saya katakan tidak mengenal. Kemudian juga Markus Nari," kata Teguh seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Selain itu, ia juga mengaku dikonfirmasi soal anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari dan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
Anang Sugiana Sudihardjo merupakan Direktur Utama PT Quadra Solution yang ditetapkan sebagai tersangka baru kasus KTP-e pada 27 September 2017 lalu.
PT Quadra Solution merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pelaksana proyek KTP-elektronik (KTP-e) yang terdiri dari Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo, dan PT Sandipala Artha Putra.
Sementara Markus Nari telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Teguh pun menyatakan bahwa tidak pernah ada pembagian uang kepada dirinya dalam proyek pembahasan KTP-e saat itu.
"Saya tegaskan bahwa tidak pernah ada pembagian uang kemudian juga saya tegaskan saya menjadi anggota Komisi II sampai 21 september 2010 sehingga terkait persetujuan anggaran KTP-e 2011 saya sudah tidak ada di komisi tersebut," ucap Teguh.
Dalam surat panggilan KPK untuk kedatangannya kali ini, Teguh mengaku diperiksa untuk Setya Novanto, Anang Sugiana Sudihardjo, dan Markus Nari.
"Di situ disebutkan untuk Setya Novanto kemudian untuk Anang kemudian satu lagi untuk Markus Nari," kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Ia pun juga mengaku dikonformasi oleh penyidik soal proses pembahasan anggaran proyek KTP-e.
"Ya normatif saja bagaimana pembahasan anggaran di komisi tersebut, tahapannya bagaimana. Itu saja," ucap Teguh.
Dalam dakwaan penuntut umum KPK dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, disebut bahwa Teguh Juwarno yang saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PAN menerima sejumlah 167 ribu dolar AS terkait proyek KTP-e sebesar Rp5,95 triliun tersebut.
Sebelumnya, beredar foto surat dengan kop dan cap KPK bernomor B-619/23/11/2017 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan tertanggal 3 November 2017.
Di dalam surat itu disebutkan bahwa pada Selasa, 31 Oktober 2017 telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri yang diduga dilakukan Setya Novanto bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan.
Para tersangka disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas nama tersangka.
Surat ditujukan kepada Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII No 19, Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman.
Sebelumnya, Novanto pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KPK-e pada 17 Juli 2017 lalu.
Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: