DJP siap tindak lanjuti "Paradise Papers"
Dokumentasi Keterangan Pers Dirjen Pajak. Direktur Jendral Pajak Ken Dwijugiasteadi (tengah) didampingi Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas, Hestu Yoga Saksama (kiri) dan Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat, Saksama Ani Natalia memberikan keterangan pers di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, Jum'at (31/3/2017). Meski kesempatan masyarakat mengikuti program amnesti pajak berakhir pada 31 Maret 2017, namun pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, khususnya implementasi pasal 18, baru berlaku setelah program amnesti pajak berakhir. Oleh karena itu, bersama ini ditegaskan bahwa Ditjen Pajak belum akan meminta data transaksi kartu kredit tetapi akan fokus pada pengumpulan data harta dalam rangka implementasi Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak. (ANTARA FOTO/Atika Fauziyyah) ()
"Data dan informasi dari berbagai sumber, termasuk yang terakhir ini, tentu akan kita tindaklanjuti. Kita akan coba dapatkan data secara lebih lengkap dan detail," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam keterangannya di Surabaya, Senin.
Hestu mengatakan data-data dari "Paradise Papers" tersebut akan digabungkan dengan data-data yang telah dimiliki otoritas pajak melalui program amnesti pajak, terutama apabila terdapat nama-nama para Wajib Pajak yang berasal dari Indonesia.
"Hal tersebut sebagai bagian untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku, diantaranya apakah harta sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan atau telah dideklarasikan dalam tax amnesty," ujarnya.
Meski demikian, ia memastikan nama-nama Wajib Pajak yang hadir dalam "Paradise Papers" serta kaitannya dengan program amnesti pajak, tidak akan dipublikasikan oleh otoritas pajak karena hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Pengampunan Pajak.
"Kami tidak dapat menyampaikan ke publik secara spesifik atas Wajib Pajak tertentu karena rahasia jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 21 UU Amnesti Pajak," ujarnya.
Hestu menambahkan berbagai informasi yang selama ini didapat dari pihak luar seperti "Panama Papers", transfer dana dari Standard Chartered serta "Paradise Papers" akan bersinergi dengan era keterbukaan informasi (AEoI) yang efektif pada September 2018.
"Pada saat AEOI sudah berjalan efektif nanti, tentunya informasi yang kita terima akan lebih detail, luas dan legitimate," katanya.
Sebelumnya, gabungan wartawan investigasi dari seluruh dunia, International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), kembali mempublikasikan temuan mengenai dugaan para jutawan dan perusahaan multinasional yang menyembunyikan kekayaan di negara-negara tax haven.
Temuan yang diawali oleh koran Jerman Suddeutsche Zeitung ini dinamakan "Paradise Papers", karena berasal dari 19 yuridiksi suaka pajak yang kebanyakan berlokasi di kepulauan Karibia seperti Bermuda dan Cayman Islands.
Total ada 120 politikus dari seluruh dunia yang namanya tersangkut dalam dokumen ini, termasuk beberapa nama pejabat asal Indonesia.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017