Jakarta (ANTARA News) - Direktur Esekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar N Gumay menilai bahwa transparansi pendanaan partai politik sangat diperlukan, karena meskipun telah banyak undang-undang, banyak juga masalah yang muncul. "Transparan harus ditonjolkan. Karena yang membuat aturan juga bermain dalam pemilu. Itu sangat logis untuk membatasi diri," katanya dalam diskusi bertajuk "Mendorong Pembaruan Sistem dan Kebijakan Pendanaan Politik di Indonesia" di Jakarta, Rabu. Hadar menjelaskan, transparansi itu terkait dengan besaran sumbangan atau pendapatan dan pengeluaran. "Dalam pengelolaan dana politik atau kampanye melalui transparansi akan lumayan mengurangi persoalan kita," kata Hadar. Sementara itu, pakar hukum tata negara UGM Denny Indrayana menilai bahwa pendanaan partai politik tidak jelas karena memang tidak ada aturan yang tepat. "Dalam UU kita banyak larangan untuk partai politik. Parpol tidak boleh begini dan begitu, tapi tak membawa konsekuensi apa-apa," katanya. Denny menjelaskan, tidak jelasnya aturan itulah yang menyebabkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan partai politik terutama yang berkaitan dengan pendanaan. Satu-satunya pembubaran parpol dalam UU Parpol, lanjut Denny, adalah kalau parpol menyebarkan ajaran komunisme dan leninisme, sedangkan larangan parpol tak boleh terima dana kampanye yang melebihi batasan dan sebagainya hanya berupa larangan tak ada konsekuensi apa-apa. "UU kita banyak larangan, tapi hanya satu yang memiliki konsekuensi hukum, yakni partai politik dilarang menyebarkan ajaran komunisme dan leninisme," tegasnya. Denny melihat, hal itu menyebabkan partai politik hanyalah sebagai makelar dan membuka cukongisasi parpol. "Oleh karena itu, ke depan adalah UU Parpol harus ada perbaikan," demikian Denny Indrayana.(*)