RPP RAKTP ditandatangani Presiden menjadi PP Restitusi
2 November 2017 20:19 WIB
Dokumentasi Hukuman Pelaku Kekerasan Seksual. Mahasiswa yang tergabung kedalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan aksi damai di Tugu Rencong Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (19/5/2016). Mereka mendesak pemerintah segera mengesahkan peraturan pemerintah penganti undang undang (Perpu) kekerasan seksual untuk menghukum pelaku kejahatan seksual di tanah air dan mendesak penetapan hukum rajam bagi pelaku pemerkosaan (kekerasan seksual) di Aceh. (ANTARA FOTO/Rahmad/aww/16) ()
Jakarta (ANTARA News) - RPP Restuti Anak Korban Tindak Pidana yang sebelumnya dibahas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (Kemen PPPA) bersama kementerian/ lembaga lain telah disetujui dan ditandatangan Presiden sehingga lahirlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Restitusi.
"Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksaaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana lebih mudah untuk mengajukan hak atas restitusi ke pengadilan yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Kemen PPPA Hasan melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
PP tersebut juga memudahkan aparat penegak hukum untuk memenuhi hak korban anak guna mendapat restitusi.
Hasan mengatakan PP Restitusi ini dapat mengurangi beban dari pihak korban, terutama keluarga dan sebagai bentuk tanggung jawab dari pelaku untuk mengganti kerugian baik materiil maupun imateriil yang telah menyebabkan anak menderita.
"Walaupun masih PP, namun jelas mengatur apa yang harus dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, khususnya untuk membantu korban mendapatkan restitusi yang selama ini belum ada dan belum diatur," kata Hasan.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengapresiasi PP tersebut, dia mengatakan pemenuhan hak restitusi bagi korban anak diatur lebih khusus dan sudah seharusnya kerugian yang diderita korban ditanggung pelaku dalam bentuk restitusi.
"Dalam PP ini disebutkan secara jelas pihak yang berwenang menilai besaran restitusi. Penyidik dapat meminta penilaian besaran permohonan restitusi kepada LPSK. Kemudian oleh penyidik, hasil penilaian dari LPSK itu dilampirkan pada berkas perkara kepada penuntut umum untuk diajukan dalam tahap penyidikan," kata dia.
Restitusi merupakan pembayaran ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan atas kerugian materi atau bukan materi yang diderita korban atau ahli warisnya.
Korban anak yang berhak untuk mendapatkan restitusi yaitu anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak korban pornografi, anak korban penculikan, penjualan dan/atau perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis serta anak korban kejahatan seksual.
Permohonan restitusi dapat diajukan sebelum putusan pengadilan melalui penyidik dan penuntut umum atau setelah putusan pengadilan yang dapat diajukan melalui LPSK.
Bentuk tuntutan restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan, atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana atau penggantian biaya perawatan media dan psikologis.
Pihak yang dapat mengajukan restitusi diantranya orang tua, wali, ahli waris, orang yang diberi kuasa oleh orang tua atau lembaga yang diberi kuasa.
"Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksaaan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana lebih mudah untuk mengajukan hak atas restitusi ke pengadilan yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Kemen PPPA Hasan melalui siaran pers di Jakarta, Kamis.
PP tersebut juga memudahkan aparat penegak hukum untuk memenuhi hak korban anak guna mendapat restitusi.
Hasan mengatakan PP Restitusi ini dapat mengurangi beban dari pihak korban, terutama keluarga dan sebagai bentuk tanggung jawab dari pelaku untuk mengganti kerugian baik materiil maupun imateriil yang telah menyebabkan anak menderita.
"Walaupun masih PP, namun jelas mengatur apa yang harus dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, khususnya untuk membantu korban mendapatkan restitusi yang selama ini belum ada dan belum diatur," kata Hasan.
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengapresiasi PP tersebut, dia mengatakan pemenuhan hak restitusi bagi korban anak diatur lebih khusus dan sudah seharusnya kerugian yang diderita korban ditanggung pelaku dalam bentuk restitusi.
"Dalam PP ini disebutkan secara jelas pihak yang berwenang menilai besaran restitusi. Penyidik dapat meminta penilaian besaran permohonan restitusi kepada LPSK. Kemudian oleh penyidik, hasil penilaian dari LPSK itu dilampirkan pada berkas perkara kepada penuntut umum untuk diajukan dalam tahap penyidikan," kata dia.
Restitusi merupakan pembayaran ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan atas kerugian materi atau bukan materi yang diderita korban atau ahli warisnya.
Korban anak yang berhak untuk mendapatkan restitusi yaitu anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak korban pornografi, anak korban penculikan, penjualan dan/atau perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis serta anak korban kejahatan seksual.
Permohonan restitusi dapat diajukan sebelum putusan pengadilan melalui penyidik dan penuntut umum atau setelah putusan pengadilan yang dapat diajukan melalui LPSK.
Bentuk tuntutan restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan, atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana atau penggantian biaya perawatan media dan psikologis.
Pihak yang dapat mengajukan restitusi diantranya orang tua, wali, ahli waris, orang yang diberi kuasa oleh orang tua atau lembaga yang diberi kuasa.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: