Jakarta (ANTARA News) - KPK sedang mendalami sumber daya yang digunakan untuk membiayai safari politik Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno dalam tindak pidana korupsi suap terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota Tegal tahun anggaran 2017.

Keterangan itu dicari dari saksi Ketua DPC Partai Hanura Kota Tegal Abas Toya Bawazier.

"Penyidik mendalami rencana tersangka untuk maju dalam pilkada tahun depan. Penyidik mendalami bantuan-bantuan yang diduga mengalir ke parpol-parpol salah satunya Hanura yang merupakan bagian dari kegiatan safari politik tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

Usai diperiksa, Abas mengaku bahwa Mashita memang berniat untuk bergabung dengan Hanura.

"Rekomendasi belum turun, pendekatannya saja sudah, itu saja, untuk membentuk koalisi agar mengusung dia sebagai calon walikota (harus) ada 6 kursi, Hanura (hanya) 2 kursi," tambah Abas.

Namun Abas mengaku tidak tahu mengenai uang suap yang digunakan Mashita dalam safari politik.

"(Soal uang) itu tidak tahu, keterkaitan kita hanya masalah politik saja. Saya tidak terlibat di dalam itu dan kapasitas bunda (Mashita) hanya sebagai wali kota dan akan nyalon lagi dan yang pertama juga bukan sama Hanura," ungkap Abas.

Selain Abas, penyidik KPK dalam kasus ini juga memeriksa Direktur Utama PT. Barkah Satria Jaya Ali Rozi Basalamah.

"Saksi Ali Rozi Basalamah merupakan pengusaha properti di Tegal, materi yang didalami terkait kepemilikan aset properti tersangka AMH (Amir Mirza Hutagalung)," ungkap Febri.

Dalam kasus ini, Wali Kota Tegal Siti Mashita Soeparno dan Amir Mirza Hutagalung seorang pengusaha dan orang kepercayaan Siti Mashita Soeparno diduga sebagai pihak penerima suap sedangkan Wakil Direktur RSUD Kardinah Kota Tegal Cahyo Supriadi diduga sebagai pihak pemberi.

Total pemberian uang terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah Kota Tegal dan fee dari proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Tegal Tahun Anggaran 2017 adalah sebesar sekitar Rp5,1 miliar.

Dari jumlah tersebut, Rp1,6 miliar diindikasikan diterima dalam rentang Januari-Agustus 2017 sedangkan dari fee proyek-proyek di lingkungan Pemkot Tegal sekitar Rp3,5 miliar dalam rentang waktu Januari sampai Agustus 2017.

Pemberian itu diduga berasal dari rekanan proyek dan setoran bulanan dari Kepala Dinas. Uang itu diduga juga akan digunakan untuk membiayai pemenangan Siti Mashita Soeparno dengan Amir Mirza Hutagalung di Pilkada 2018 Kota Tegal sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tegal periode 2019-2024.

Pada saat operasi tangkap tangan pada 29 Agustus 2017, Siti Mashita Soeparno dan Amir Mirza Hutagalung diduga menerima Rp300 juta.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Cahyo Supriadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Siti Mashita Soeparno dengan Amir Mirza Hutagalung disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.