Muara Teweh (ANTARA News) - Akibat tongkang batubaranya tidak bisa berlayar di wilayah kabupaten Barito Utara (Barut), Kalimantan Tengah,pada Mei 2007, maka perusahaan tambang batubara PT Marunda Graha Mineral (MGM) terkena demorage (denda keterlambatan pengapalan perjalanan kapal) oleh kontraktor kapal tarik (tug boat) senilai Rp1,28 miliar. "Denda yang diklaim pihak kontraktor kapal angkut kepada kami per harinya sebesar Rp10 juta, jadi karena sempat tertahan selama delapan hari sebanyak 16 unit tongkang maka yang harus dibayar sebesar Rp1,28 miliar," kata Manajer Administrasi PT MGM, Ir R Samuel IM MSc di Muara Teweh, Rabu. Tongkang bermuatan batubara 3.000 hingga 3.500 ton milik PT MGM yang tidak berlayar pada waktu itu lantaran kondisi ketinggian air di atas normal, sehingga tidak bisa melewati jembatan KH Hasan Basri Muara Teweh, juga pemeriksaan dokumen perizinan dan angkutan oleh pihak kepolisian setempat berlangsung beberapa hari. Sistem angkutan tongkang itu dilakukan menggunakan dua cara, yakni "free carter" dan "time carter" dan dalam sehari pihak perusahaan harus membayar denda kepada pemilik kapal tug boat, karena terhambatnya pelayaran ini akibat ijin angkutan batubara merupakan tanggung jawab pemilik barang. PT MGM merupakan perusahaan pemegang ijin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) arealnya berada di wilayah kecamatan Laung Tuhup kabupaten Murung Raya (Mura) Kalteng. Selama ini transportasi melalui Sungai Barito, satu-satunya sarana untuk mengangkut hasil produksi batubara milik perusahaan tersebut keluar daerah. "Angkutan tongkang batubara melalui sungai Barito ini memang tidak maksimal karena kalau air tinggi tidak bisa melewati jembatan sedangkan air surut tongkang kandas," kata Samuel, yang didampingi Superintenden Engginering, Sigit Purwanto. Ketika dimintai komentar mengenai pemeriksaan dokumen oleh pihak Polres Barut, Samuel menyatakan masalah itu sudah selesai dan pihaknya memiliki ijin baik yang dikeluarkan pihak kabupaten maupun provinsi Kalteng. Namun dia menilai aparat kepolisian tersebut sebenarnya tidak berwenang memeriksa sebelum ada permintaan dari dinas terkait seperti Dinas Pertambangan dan Dinas Perhubungan setempat. "Kami sudah beberapa tahun membawa angkutan tambang batubara menggunakan tongkang melalui sungai Barito, namun kenapa baru kali ini dilakukan pemeriksaan," tegas Samuel. Ia menilai, angkutan melalui sungai Barito yang bermuara di wilayah Kalimantan Selatan dan hulunya di pedalaman kabupaten Mura, Kalteng ini masih tergantung pada kondisi alam yaitu saat kemarau mengalami kekeringan dan hujan sering dilanda banjir. Potensi tambang yang cukup banyak di pedalaman Kalteng ini tidak akan maksimal kalau kendala angkutan itu belum dapat diatasi. Untuk itu perlu adanya perhatian pihak pemerintah, tambahnya. Oleh karena itu, ia menambahkan, perlu terobosan mengatasi masalah itu dengan rencana pembangunan rel kereta api di wilayah Kalteng khususnya untuk angkutan tambang. (*)