Jakarta (ANTARA News) - Sektor makanan dan minuman mendominasi penyerapan tenaga kerja bidang industri, yakni sebanyak 3.3 juta orang atau sebesar 21,34 persen dari 16,6 juta tenaga kerja dibidang industri, demikian disampaikan Sekjen Kementerian Perindustrian Haris Munandar.




“Kontribusi tenaga kerja sektor industri didominasi oleh industri makanan sebanyak 3.316.186 orang atau sebesar 21,34 persen,” kata Haris melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.




Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait jenis lapangan pekerjaan utama pada Februari 2017, sektor industri memberikan kontribusi sebesar 13,31 persen atau sebanyak 16,6 juta orang dari total tenaga kerja sebanyak 124,5 juta orang.




Kemudian, disusul industri pakaian jadi sebanyak 2.167.426 orang atau sebesar 13,95 persen, industri kayu gabus sebanyak 1.359.098 orang atau sebesar 8,98 persen, dan industri tekstil sebanyak 1.248.080 atau sebesar 8,03 persen.



Haris menegaskan, industri saat ini membutuhkan tenaga kerja terampil sesuai perkembangan teknologi terkini.




Untuk itu, Kementerian Perindustrian tengah fokus dalam program pembangunan kompetensi sumber daya manusia melalui pelaksanaan pendidikan vokasi yang Link and Match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan industri.



“Kami juga telah melakukan pelatihan tenaga kerja industri dengan sistem 3in1 (pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja) serta penyelenggaraan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri dan wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI),” paparnya.



Merujuk data Asian Productivity Organization (APO), produktivitas tenaga kerja Indonesia di kawasan Asia Tenggara dinilai cukup baik dibanding dengan negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Laos, Vietnam, Myanmar dan Kamboja.



“Dalam meningkatkan daya saing, Kemenperin telah melakukan berbagai kebijakan untuk pembangunan industri nasional melalui pengembangan implementasi industri 4.0 serta pengembangan e-smart IKM,” imbuhnya.



Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengutarakan, pihaknya juga bertekad memacu hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.




“Program hilirisasi industri berbasis agro dan tambang mineral telah menghasilkan berbagai produk hilir antara lain turunan kelapa sawit, stainless steel, dan smartphone,” jelasnya.



Kapasitas produksi kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2017 meningkat menjadi 60,75 juta ton dibanding tahun 2014 yang mencapai 49,7 juta ton dan ditargetkan pada dua tahun ke depan sebesar 65 juta ton.




Untuk jumlah ragam produk hilir kelapa sawit, pada tahun 2014 sekitar 126 produk, periode 2015-2017 meningkat menjadi 154 produk, dan ditargetkan tahun 2018-2019 lebih dari 170 produk.




Demikian juga rasio ekspor produk hulu-hilir kelapa sawit, meningkat dari 34 persen CPO dan 66 persen turunannya menjadi 22 persen CPO dan 78 persen produk turunan kelapa sawit.



Di sektor logam, terjadi peningkatan hilirisasi yang juga signifikan, di mana pada periode tahun 2015-2017 telah berproduksi industri smelter terintegrasi dengan produk turunannya berupa stainless steel dengan kapasitas dua juta ton.




Diprediksi produksinya akan terus meningkat hingga tiga juta ton pada akhir tahun 2019, jika dibandingkan dengan tahun 2014 hanya mencapai 65 ribu ton produk setengah jadi berupa ferro nickel dan nickel matte.



Sementara itu, kapasitas produksi smartphone pada periode tahun 2015-2017 meningkat menjadi 26,55 juta unit dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 18,65 juta unit.




Produksi semen pada tahun 2015-2017 juga naik menjadi 112,97 juta ton dibading tahun 2014 sebesar 69,45 juta ton.