Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia kembali merevisi perkiraan pertumbuhan kredit menjadi 7-9 persen (year on year/yoy) dari sebelumnya yang sebesar 8-10 persen (yoy) untuk 2017, kata pejabat BI di Jakarta, Rabu.

"Pertumbuhan kredit sampai akhir tahun di tujuh persen hingga sembilan persen. Itu sudah diubah (dari 8-10 persen). Mudah-mudahan mencapai itu," kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta.

Filianingsih mengatakan permintaan kredit hingga Agustus 2017 secara keseluruhan memang belum begitu menggeliat. Namun di sisa tahun, penyaluran kredit perbakan diyakini Bank Sentral akan meningkat.

Maka dari itu, Filianingsih meyakini, pertumbuhan kredit perbankan akan menyentuh bias atas dari rentang perkiraan di 7-9 persen.

"Di bias ataslah. Mudah-mudahan," ujar dia.

Flianingsih menjelaskan sektor kredit yang menunjukkan peningkatan adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hingga akhir Agustus 2017, kata Filianingsih, pertumbuhan penyaluran KPR bertumbuh 9,66 persen (yoy) atau lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit secara keseluruhan di industri yang sebesar 8,26 persen (yoy).

Pertumbuhan KPR itu, kata Filianingsih, karena mulai terasanya dampak kebijakan relaksasi nilai pinjaman dari total aset (Loan To Value/LTV) KPR yang diterapkan sejak September 2016. Selain itu, faktor penurunan suku bunga kredit juga menjadi penarik permintaan masyarakat untuk KPR.

"Kalau KPR ini sudah menggeliat," kata dia.

Terkait pertumbuhan kredit sepanjang 2017, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pada Selasa malam (31/10), mengatakan pihaknya melihat memang ada perubahan Rencana Bisnis Bank (RBB) sejak pertengahan tahun 2017.

Sebelumnya OJK melihat pertumbuhan kredit ada di 13 persen, kemudian diturunkan lagi menjadi 11 persen, dan pada Oktober 2017 ini, OJK melihat pertumbuhan kredit sepanjang tahun berada di 10 persen.

"Kelihatannya agak berat untuk 11 persen di akhir tahun. Kami lihat tercapai sekitar 10 persen," ujarnya.

Menurut Wimboh, hingga September 2017, beberapa bank masih terkonsentrasi untuk merestrukturisasi kredit bermasalah sehingga tidak leluasa untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit.

"Setelah kami ikuti betul beberapa individu bank, sedang restrukturisasi kredit, misalnya yang kategori komersial yang bentuknya modal kerja," ujar dia.

Wimboh melihat bank membutuhkan waktu 1-1,5 tahun sejak awal melakukan restrukturusasi kredit untuk dapat kembali mencapai pertumbuhan normal.

"Kami perkirakan perlu waktu 1-1,5 tahun perbaikan NPL ini. Kami perkirakan NPL akan menurun secara gradual," ujarnya.

Adapun hingga September 2017, pertumbuhan kredit perbankan berada di 7,8 persen (yoy), menurut OJK.