Gus Ipul-Anas apresiasi komitmen Megawati
31 Oktober 2017 16:25 WIB
Dokumentasi Cagub-Cawagub Pilkada Jatim 2018. Calon Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf (ketiga kiri) bersama Calon Wakil Gubernur Jawa Timur Abdullah Azwar Anas (ketiga kanan) didampingi Sekjen DPP PKB Abdul Kadir Karding (kedua kiri) dan Wasekjen PDIP Ahmad Basarah (kedua kanan) dan Dewan Syuro PKB KH Ghofur (kiiri) saat konferensi pers di Kantor DPP PKB, Jakarta, Minggu (15/10/2017). PKB bersama PDIP resmi mengusung Saifullah Yusuf dan Azwar Anas pada Pilkada Jawa Timur 2018. (ANTARA /Reno Esnir) ()
Jakarta (ANTARA News) - Pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Abdullah Azwar Anas mengapresiasi komitmen Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk mendukungnya.
"Pencalonan kami berdua menunjukkan bagaimana Ibu Megawati begitu dekat dengan Islam, betapa Bu Mega menerima dengan senang hati saran para kiai."
"Beliau sosok yang benar-benar menempatkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Selama Ibu Megawati menjadi Presiden, beliau konsisten membela Palestina; paling berani menolak serangan sepihak AS dan sekutunya terhadap Irak," kata Gus Ipul dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dukungan itu adalah bentuk komitmen bersama PDI Perjuangan dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam membangun kesadaran sejarah dan kultural membangun Indonesia Raya.
Sementara itu, Cawagub Azwar Anas menyampaikan rasa prihatinnya atas berbagai proyek lawan politik PDI Perjuangan dan Megawati yang mencoba membenturkan PDI Perjuangan dan Islam.
"Itu tidak akan pernah berhasil, karena sejak dulu kaum nasionalis dan kaum religius selalu bahu-membahu membangun bangsa ini," ujarnya.
Menurut Anas, berbagai proyek politik membenturkan dengan Islam tersebut sebagai bagian dari skenario besar untuk menyerang Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan yang elektabilitasnya terus menanjak.
"Masyarakat belajar dari kasus Saracen. Masyarakat juga makin dewasa. Masyarakat akhirnya juga tahu bagaimana Bung Karno, Ibu Megawati dan PDI Perjuangan bersama Islam, namun kesemuanya tetap ditempatkan dalam semangat kebangsaan. Bahkan banyak masyarakat yang tidak tahu, tanpa Bung Karno tidak akan pernah ditemukan makam Imam Al Buchori. Tanpa Bung Karno tidak akan pernah ada Masjid Biru yang berdiri megah di Soviet," kata Anas.
Demikian halnya tanpa Ibu Mega, hanya sedikit pemimpin yang berani membela Irak dan mengutuk aksi unilateral Amerika Serikat atas serangan terhadap Irak. Bahkan Ibu Mega juga melanjutkan tradisi Bung Karno, membangun Masjid di belahan bumi paling selatan, Afrika Selatan, kata Anas.
Ia menambahkan, seluruh umat Muslim perlu mewaspadai berbagai proyek politik yang mengatasnamakan agama. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, berkali-kali momen-momen kritis hanya bisa dilampaui dengan bersatu-padunya kekuatan nasionalis dan santri.
"Jadi upaya mengadu domba kaum nasionalis di PDI Perjuangan dengan kalangan muslim tidak akan pernah berhasil," tegas Anas.
Menurut dia, di awal berdirinya negeri ini, publik tidak akan pernah lupa bahwa Bung Karno bertanya tentang hukum membela negara kepada KH Hasyim Asyari.
Pendiri NU itu dengan sepenuh hati menyatakan, perjuangan membela Tanah Air adalah jihad fisabilillah. Ijtihad itu kemudian dalam sejarah dikenal sebagai Resolusi Jihad, yang menunjukkan keterpaduan kaum nasionalis dan kaum santri dalam membela republik.
"Itulah manifestasi komitmen kebangsaan yang utuh secara ideologis dan keimanan yang datang dari ketulusan Bung Karno dan Mbah Hasyim. Patut diingat pula bahwa Bung Karno adalah presiden pertama yang mengutip ayat Al Quran di forum PBB yang menjadi perhatian seluruh dunia pada 1960," tutur Anas yang merupakan mantan ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).
"Pencalonan kami berdua menunjukkan bagaimana Ibu Megawati begitu dekat dengan Islam, betapa Bu Mega menerima dengan senang hati saran para kiai."
"Beliau sosok yang benar-benar menempatkan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Selama Ibu Megawati menjadi Presiden, beliau konsisten membela Palestina; paling berani menolak serangan sepihak AS dan sekutunya terhadap Irak," kata Gus Ipul dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Dukungan itu adalah bentuk komitmen bersama PDI Perjuangan dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam membangun kesadaran sejarah dan kultural membangun Indonesia Raya.
Sementara itu, Cawagub Azwar Anas menyampaikan rasa prihatinnya atas berbagai proyek lawan politik PDI Perjuangan dan Megawati yang mencoba membenturkan PDI Perjuangan dan Islam.
"Itu tidak akan pernah berhasil, karena sejak dulu kaum nasionalis dan kaum religius selalu bahu-membahu membangun bangsa ini," ujarnya.
Menurut Anas, berbagai proyek politik membenturkan dengan Islam tersebut sebagai bagian dari skenario besar untuk menyerang Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan yang elektabilitasnya terus menanjak.
"Masyarakat belajar dari kasus Saracen. Masyarakat juga makin dewasa. Masyarakat akhirnya juga tahu bagaimana Bung Karno, Ibu Megawati dan PDI Perjuangan bersama Islam, namun kesemuanya tetap ditempatkan dalam semangat kebangsaan. Bahkan banyak masyarakat yang tidak tahu, tanpa Bung Karno tidak akan pernah ditemukan makam Imam Al Buchori. Tanpa Bung Karno tidak akan pernah ada Masjid Biru yang berdiri megah di Soviet," kata Anas.
Demikian halnya tanpa Ibu Mega, hanya sedikit pemimpin yang berani membela Irak dan mengutuk aksi unilateral Amerika Serikat atas serangan terhadap Irak. Bahkan Ibu Mega juga melanjutkan tradisi Bung Karno, membangun Masjid di belahan bumi paling selatan, Afrika Selatan, kata Anas.
Ia menambahkan, seluruh umat Muslim perlu mewaspadai berbagai proyek politik yang mengatasnamakan agama. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, berkali-kali momen-momen kritis hanya bisa dilampaui dengan bersatu-padunya kekuatan nasionalis dan santri.
"Jadi upaya mengadu domba kaum nasionalis di PDI Perjuangan dengan kalangan muslim tidak akan pernah berhasil," tegas Anas.
Menurut dia, di awal berdirinya negeri ini, publik tidak akan pernah lupa bahwa Bung Karno bertanya tentang hukum membela negara kepada KH Hasyim Asyari.
Pendiri NU itu dengan sepenuh hati menyatakan, perjuangan membela Tanah Air adalah jihad fisabilillah. Ijtihad itu kemudian dalam sejarah dikenal sebagai Resolusi Jihad, yang menunjukkan keterpaduan kaum nasionalis dan kaum santri dalam membela republik.
"Itulah manifestasi komitmen kebangsaan yang utuh secara ideologis dan keimanan yang datang dari ketulusan Bung Karno dan Mbah Hasyim. Patut diingat pula bahwa Bung Karno adalah presiden pertama yang mengutip ayat Al Quran di forum PBB yang menjadi perhatian seluruh dunia pada 1960," tutur Anas yang merupakan mantan ketua umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: