Bandung (Antara) -- Pemerintah melalui Kementerian BUMN mengapresiasi kinerja BUMN reasuransi, Indonesia Re, dalam mengurangi defisit premi reasuransi. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survey dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo saat ditemui di acara "BUMN Hadir di Kampus" di Bandung, Sabtu (28/10).




"Keberhasilan Indonesia Re memangkas neraca defisit premi reasuransi sebesar USD 350 juta selama tiga tahun terakhir tentunya bukan perkara mudah," ujar Gatot di sela-sela acara.




Ke depannya, lanjut Gatot, Indonesia Re diharapkan dapat terus meningkatkan kinerjanya, karena persaingan bisnis di industri reasuransi tentunya akan semakin berat. "Indonesia Re harus terus meningkatkan kapasitasnya, khususnya unsur permodalan, agar dapat terus bersaing dengan berbagai reasuransi asing," tutur Gatot.




Tercatat, pada 2015, defisit neraca berjalan sektor reasuransi mencapai hampir USD 1 miliar. Hal ini dikarenakan banyaknya perusahaan asuransi dalam negeri yang menanamkan premi reasuransinya ke luar negeri.




Menanggapi hal tersebut, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK No.14 tahun 2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri yang mewajibkan perusahaan asuransi Indonesia menempatkan segala jenis premi reasuransi (jiwa dan umum) minimal sebesar 25 persen pada perusahaan reasuransi dalam negeri.




"Sejak POJK tahun 2015 diberlakukan, defisit neraca premi reasuransi terus turun," ujar mantan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani beberapa waktu lalu.




Direktur Utama Indonesia Re Frans Y. Sahusilawane mengatakan, Indonesia Re merupakan salah satu bentuk upaya konkret pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kemandirian bangsa di sektor ekonomi.




"Keputusan pemerintah tepat dengan membentuk Indonesia Re sejak tahun 2014 dengan tugas untuk meningkatkan kapasitas reasuransi nasional agar tidak bergantung pada kapasitas reasuransi luar negeri," ujar Frans.