Jakarta (ANTARA News) - Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2018 untuk disahkan menjadi Undang-Undang (UU) yang mencakup postur pendapatan negara Rp1.894,7 triliun dan belanja negara Rp2.220,7 triliun.

Dari 10 fraksi yang hadir menyampaikan pandangan dalam rapat paripurna tersebut, hanya fraksi Partai Gerindra yang menolak pengajuan RUU APBN 2018 menjadi Undang-Undang.

Namun Partai Gerindra tetap memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menjalankan keyakinan atas postur anggaran yang telah disusun tersebut. Sementara itu fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menerima dengan catatan.

"Apakah pembahasan mengenai RUU APBN 2018 dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan yang memimpin sidang paripurna di Jakarta, Rabu.

"Setuju," jawab para peserta sidang paripurna.

APBN 2018 merupakan hasil penyusunan antara pemerintah dengan Badan Anggaran serta Komisi DPR RI yang telah berlangsung sesuai amanat konstitusi sejak pertengahan 2017.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah menghargai dukungan pimpinan dan anggota DPR-RI, termasuk Badan Anggaran dan semua Komisi DPR, yang bersama Pemerintah telah melaksanakan amanat konstitusional dengan melakukan pembahasan secara intensif dan konstruktif atas RUU APBN 2018.

"Semoga pencapaian ini memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia dalam mewujudkan kemakmuran dan keadilan dengan terus melanjutkan program pembangunan kabinet kerja yang telah dimulai dalam tiga tahun terakhir," ujar Sri Mulyani saat menyampaikan pandangan akhir pemerintah.

Tema kebijakan fiskal 2018 adalah "Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan", artinya APBN Tahun Anggaran 2018 diharapkan dapat menjadi instrumen fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus mendukung upaya pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, serta penciptaan lapangan kerja.

"Untuk itu, pada 2018 Pemerintah menempuh tiga strategi fiskal yaitu optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim investasi, efisiensi belanja dan peningkatan belanja produktif untuk mendukung program prioritas, serta mendorong pembiayaan yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan," ujar Sri Mulyani.

Besaran indikator makro tahun 2018 antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,2 persen dan nilai tukar Rp13.400 per dolar AS.

Asumsi makro lainnya mencakup harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) minyak 48 dolar AS per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hari dan lifting gas 1.200 ribu barel setara minyak per hari.

Dengan basis asumsi dasar ekonomi makro dan berbagai langkah kebijakan yang akan ditempuh maka postur pendapatan negara ditetapkan menjadi Rp1.894,7 triliun yang terbagi atas penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp275,4 triliun.

Sementara itu, belanja negara ditetapkan sebesar Rp2.220,7 triliun yang meliputi belanja pemerintah pusat Rp1.454,49 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp766,2 triliun.

Dalam belanja pemerintah pusat, belanja untuk kementerian lembaga disepakati Rp847,44 triliun dan belanja non-kementerian lembaga sebesar Rp607,06 triliun.

Dengan postur RAPBN 2018 tersebut, maka defisit anggaran diproyeksikan mencapai Rp326 triliun atau sekitar 2,19 persen terhadap PDB.

Untuk menutup pembiayaan tersebut, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp414,52 triliun dan pinjaman (neto) sebesar Rp15,5 triliun.

(T.C005/I007)