Pekanbaru (ANTARA News) - Perusahaan jasa asuransi tidak bisa membayarkan klaim asuransi untuk kendaraan pribadi yang digunakan untuk taksi berbasis aplikasi atau daring.

"Klaim akan kami tolak karena tidak sesuai dengan aturan polis standar asuransi kendaraan bermotor Indonesia," kata Kepala Cabang Asuransi Astra Pekanbaru, Iput Tri Purnomo, di Pekanbaru, Selasa.

Dalam aturan Polis Standar Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia pada Pasal 4 Nomor 10 disebutkan bahwa defenisi penggunaan komersial adalah penggunaan atas kendaraan bermotor tersebut untuk disewakan atau balas jasa. Dalam bisnis taksi daring, kendaraan yang digunakan merupakan milik pribadi yang mendapatkan balas jasa sehingga dikategorikan komersil.

Dengan begitu, meski kendaraan pribadi tersebut sudah terdaftar dalam asuransi, namun tidak disesuaikan dengan premi komersial, maka perusahaan asuransi tidak bisa membayarkan klaim ketika terjadi kecelakaan maupun kehilangan saat kendaraan tersebut digunakan sebagai taksi daring.

"Karena ada balas jasa dalam bisnis taksi online (daring) maka itu dikategorikan komersil," katanya.

Ia menjelaskan, kondisi tersebut juga berlaku apabila mobil pribadi digunakan untuk angkutan travel. Ada beberapa kejadian saat kendaraan travel itu hilang maupun rusak, kemudian pemiliknya melayangkan klaim kepada Asuransi Astra.

Menurut dia, pihaknya tidak akan melakukan verifikasi tidak hanya dari keterangan pemohon klaim, melainkan juga mengecek laporan dari Polisi dan surat blok STNK apabila kendaraan hilang. Karena terdapat perbedaan keterangan pemohon dengan laporan Polisi, maka klaim asuransi tersebut akan ditolak.

"Kalau kendaraan dikomersilkan, wajib ikut premi komersil," katanya.

Ipung menjelaskan, Asuransi Astra dengan layanan Garda Oto menerima secara rata-rata 600 klaim dalam sebulan di Kota Pekanbaru. Menurut dia, pengguna asuransi Garda Oto mengalami pertumbuhan sekitar tujuh persen hingga memasuki triwulan III-2017.

Sementara itu, jumlah nominal dari klaim yang dibayarkan perusahaan tersebut mencapai sekitar Rp1,5 miliar per bulan. Pembayaran itu diberikan kepada bengkel, maupun dealer mobil apabila terjadi kerusakan di atas 75 persen. "Kalau dibandingkan dengan tahun 2016 dengan jumlah klaim Rp1,7 miliar yang dibayarkan per bulan, pada tahun ini terjadi penurunan sekitar 13 persen," katanya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi telah mengeluarkan peraturan baru terkait penyelenggaraan taksi daring berbasis aplikasi melalui rancangan revisi Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2016. Dalam rancangan Revisi Permenhub 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek, ada beberapa hal yang ditambahkan salah satunya kewajiban asuransi yang harus dimiliki perusahaan penyelenggaraan taksi daring.

"Ada beberapa hal yang ditambahkan, sekarang itu masih ada SIM A pribadi, jadi harus ada SIM A umum yang harus dibuat. Yang kedua, harus ada asuransi," kata Menhub saat memberi keterangan resmi kepada media di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, pada 19 Oktober lalu.

Rumusan Revisi Permenhub 26/2017 meliputi Argometer Taksi, Tarif, Wilayah Operasi, Kuota/Perencanaan Kebutuhan, Persyaratan Minimal Lima Kendaraan, Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor, Domisili TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor), SRUT (Sertifikat Registrasi Uji Tipe) Kendaraan Bermotor, dan Peran Aplikator.

Menhub menjelaskan aturan tambahan, yakni perusahaan penyelenggara angkutan khusus atau taksi daring wajib memiliki asuransi agar menjamin keselamatan penumpang. Selain asuransi, pengemudi taksi daring yang sebelumnya diperbolehkan menggunakan SIM A pribadi, kini harus memiliki SIM A Umum sesuai dengan golongannya.