AS akan jatuhkan sanksi kepada Myanmar
24 Oktober 2017 11:51 WIB
Pengungsi Rohingya Didominasi Anak-Anak Anak pengungsi Rohingya membawa barang di kepala setelah melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh di Teknaf, Cox Bazar, Bangladesh, Jumat (29/9/2017). UNICEF menyatakan bahwa 60 persen pengungsi Rohingya adalah anak-anak. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) ()
Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat bersiap menempuh langkah lebih jauh dalam menyikapi perlakuan Myanmar terhadap minoritas Rohingya, termasuk mengenakan sanksi kepada negara itu di bawah UU Global Magnitsky, umum Departemen Luar Negeri AS seperti dikutip Reuters.
"Kami mengungkapkan keprihatinan mendalam kami atas berbagai peristiwa yang belakangan terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar, dan kekejaman yang traumatis dan brutal yang dialami komunitas Rohingya dan lainnya," kata Deplu AS lagi.
"Adalah sangat mendesak, individu-individu atau entitas-entitas yang bertanggung jawab atas kekejaman ini, termasuk aktor-aktor non negara dan pihak yang main hakim sendiri, untuk dimintai pertanggungjawabannya."
600.000 pengungsi Rohingya meninggalkan Myanmar sejak akhir Agustus silam. Para pengungsi menyebut pasukan keamanan Myanmar telah melakukan pembakaran, pembunuhan dan pemerkosaan.
Menteri Luar Negeri ASRex Tillerson pekan lalu menyatakan bahwa AS menganggap militer Myanmar bertanggung jawab atas penindasan minoritas Rohingya. Tillerson tidak menepis kemungkinan mengenakan sanksi kepada militer Myanmar.
Deplu AS mengeluarkan pengumuman menjelang kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Asia Tenggara bulan depan di Manila untuk menghadiri KTT ASEAN.
Pernyataan Deplu AS ini merupakan respons paling keras AS menyangkut krisis pengungsi Rohingya yang sudah tak lagi mengesampingkan sanksi ekonomi yang semasa pemerintahan Barack Obama dihindari.
Menanggapi kritik bahwa pemerintahan Trump terlambat menanggapi krisis Rohingya, Deplu AS berkata, "Kami tengah mendalami mekanisme pertanggungjawaban yang ada di bawah undang-undang AS, termasuk pengenaan sanksi sesuai UU Global Magnitsky."
AS sudah menerapkan sanksi pendahuluan berupa mencegah pejabat dan mantan pejabat militer Myanmar bepergian ke AS, selain melarang tentara Myanmar di Rakhine mendapatkan bantuan militer dari AS.
"Kami telah membatalkan undangan kepada para pejabat keamanan senior Myanmar guna menghadiri berbagai acara yang disponsori AS. Kami tengah bekerja sama dengan mitra-mitra internasional untuk mendesak Mynamar membuka akses secara tak terbatas ke wilayah-wilayah yang relevan untuk Misi Pencarian Fakta PBB, organisasi kemanusiaan internasional dan media massa," tulis Departemen Luar Negeri AS.
Selain itu, Washington tengah berkonsultasi dengan sekutu-sekutu dan mitra-mitra menyangkut opsi-opsi akuntabilitas di PBB, Dewan HAM PBB, dan lembaga-lembaga terkait lainnya, demikian Reuters.
"Kami mengungkapkan keprihatinan mendalam kami atas berbagai peristiwa yang belakangan terjadi di negara bagian Rakhine, Myanmar, dan kekejaman yang traumatis dan brutal yang dialami komunitas Rohingya dan lainnya," kata Deplu AS lagi.
"Adalah sangat mendesak, individu-individu atau entitas-entitas yang bertanggung jawab atas kekejaman ini, termasuk aktor-aktor non negara dan pihak yang main hakim sendiri, untuk dimintai pertanggungjawabannya."
600.000 pengungsi Rohingya meninggalkan Myanmar sejak akhir Agustus silam. Para pengungsi menyebut pasukan keamanan Myanmar telah melakukan pembakaran, pembunuhan dan pemerkosaan.
Menteri Luar Negeri ASRex Tillerson pekan lalu menyatakan bahwa AS menganggap militer Myanmar bertanggung jawab atas penindasan minoritas Rohingya. Tillerson tidak menepis kemungkinan mengenakan sanksi kepada militer Myanmar.
Deplu AS mengeluarkan pengumuman menjelang kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Asia Tenggara bulan depan di Manila untuk menghadiri KTT ASEAN.
Pernyataan Deplu AS ini merupakan respons paling keras AS menyangkut krisis pengungsi Rohingya yang sudah tak lagi mengesampingkan sanksi ekonomi yang semasa pemerintahan Barack Obama dihindari.
Menanggapi kritik bahwa pemerintahan Trump terlambat menanggapi krisis Rohingya, Deplu AS berkata, "Kami tengah mendalami mekanisme pertanggungjawaban yang ada di bawah undang-undang AS, termasuk pengenaan sanksi sesuai UU Global Magnitsky."
AS sudah menerapkan sanksi pendahuluan berupa mencegah pejabat dan mantan pejabat militer Myanmar bepergian ke AS, selain melarang tentara Myanmar di Rakhine mendapatkan bantuan militer dari AS.
"Kami telah membatalkan undangan kepada para pejabat keamanan senior Myanmar guna menghadiri berbagai acara yang disponsori AS. Kami tengah bekerja sama dengan mitra-mitra internasional untuk mendesak Mynamar membuka akses secara tak terbatas ke wilayah-wilayah yang relevan untuk Misi Pencarian Fakta PBB, organisasi kemanusiaan internasional dan media massa," tulis Departemen Luar Negeri AS.
Selain itu, Washington tengah berkonsultasi dengan sekutu-sekutu dan mitra-mitra menyangkut opsi-opsi akuntabilitas di PBB, Dewan HAM PBB, dan lembaga-lembaga terkait lainnya, demikian Reuters.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017
Tags: