Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di Pasar Spot Antar-Bank Jakarta, Selasa sore, menguat tajam menembus level Rp9.000 menjadi Rp8.975/8.980 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.028/9.065 atau naik 63 poin. Analis Valas PT Bank Niaga, Noel Chandra, di Jakarta, mengatakan bahwa aksi beli terhadap rupiah pada Selasa sore meningkat sehingga memicu mata uang lokal itu naik tajam menembus level Rp9.000 per dolar AS. Pelaku pasar dengan antusias melepas dolar AS dan membeli rupiah untuk mencari untung, setelah mata uang asing naik tajam hingga mencapai Rp9.100 per dolar AS, katanya. Menurut dia, pelaku pasar juga khawatir dengan keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) untuk menaikkan suku bunga yang akan dilakukan pada Agustus 2007. Apabila BoJ jadi menaikkan suku bunganya, maka akan mendorong pelaku pasar untuk membeli yen di pasar regional yang pada gilirannnya mendorong rupiah terus menguat, katanya. BoJ pekan ini akan mengadakan pertemuan yang akan membahas masalah suku bunga dan pasar yang juga belum "bullish". Noel Chandra mengatakan, rupiah masih akan bergerak naik menjauhi level Rp9.000 per dolar AS. Keterpurukan rupiah pada pekan lalu, karena rupiah keblablasan saja. "Kami memperkirakan rupiah akan menguat lagi, karena sentimen positif pasar masih berlanjut," katanya. Pasar saat ini juga sedang mengamati Bank Sentral AS (The Fed) yang akan menurunkan suku bunganya dan kekhawatiran atas inflasi yang cenderung meningkat. Apalagi, sejumlah indikator ekonomi AS cenderung merosot, namun defisit perdagangan AS cenderung membaik, akibat dolar AS menguat terhadap yen menjadi 121,70 terhadap euro menjadi 1,3355, katanya. Ia mengatakan, kenaikan rupiah juga didukung oleh membaiknya pasar internal, karena aksi demo mulai berkurang yang diharapkan akan mendorong investor asing masuk ke pasar domestik yang menunjukkan iklim investasi di dalam negeri makin membaik. Selain itu, ia menilai, kenikan rupiah juga dipicu oleh membaiknya pasar saham regional akibat menguatnya bursa Wall Street, meski ada kekhawatiran atas ekonomi global yang akan menekan pasar saham memburuk. (*)