Jakarta (ANTARA News) - Sandrawati, saksi dalam persidangan perkara KTP elektronik (KTP-e) menyebutkan bahwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong bersama dengan dua saudara kandungnya Dedi Prijono dan Vidi Gunawan pernah membeli 23 mobil.

Sandrawati merupakan pemilik "showroom" mobil di Bogor, Jawa Barat yang dihadirkan menjadi saksi terkait perkara KTP-e di Pengadilan Tipikor Jakarta untuk tersangka Andi Narogong.

Sandrawati di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat menyatakan bahwa Andi Narogong bersama dua saudara kandungnya membeli 23 mobil mewah itu dalam jangka waktu lima tahun pada 2012 sampai 2017.

"Dia itu bosanan, mobil masing-masing orang ini tidak mungkin 23. Misalnya, dia baru beli dua bulan, bosan tukar lagi. Baru beli enam bulan bosan ditukar lagi. Jumlahnya sih mereka enggak banyak karena sering tukar-tukar mobil," ungkap Sandrawati.

Ia mengatakan beberapa mobil yang dibeli itu antara lain Mini Cooper, Toyota Harrier, Marcedes-Benz, Volkswagen Beetle, BMW 320, Jaguar, Porsche Boxster, Totoya Vellfire, Toyota Land Cruiser, dan Range Rover.

Selanjutnya, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan mengkonfirmasi kepada Sandrawati seperti yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa Andi Narogong bersama dua saudara kandungnya membeli mobil-mobil tersebut atas nama orang lain.

"Ada keterangan anda, saya jelaskan bahwa Andi, Dedi, dan Vidi ketika beli menggunakan nama orang lain yang tidak ada hubungan keluarga karena menerut mereka tidak mau terkena pajak progresif?" tanya Hakim Jhon.

"Tetapi semua yang ini sih dia beli mobil barunya ada hubungan keluarga, ada yang atas namanya istrinya Vidi, ada yang atas nama Dedi Prijono, Ernawati mungkin saudaranya Pak Andi," jawab Sandrawati.

Namun, ia mengaku bahwa untuk mobil bekas atau "second" mereka membeli atas nama orang lain.

"Untuk mobil second Andi, Vidi, dan Dedi ketika beli memang menggunakan nama orang lain, mungkin karyawan mereka supaya tidak kena pajak progresif," ucap Sandrawati.

Andi Narogong didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP-e yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.