Singaraja (ANTARA News) - Panitia Kegiatan Seni Budaya Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali, menggelar seminar membahas eksistensi lontar abad ke-21, yang melibatkan akademisi, praktisi budaya, dan masyarakat umum.

"Latar belakang diadakanya seminar budaya ini adalah karena jumlah lontar (teks kuno) yang terdata di wilayah kecamatan sudah cukup banyak yakni mencapai ratusan lontar," kata Camat Sukasada I Made Dwi Adnyana, Kamis.

Seminar juga diharapkan sebagai upaya agar para pemilik lontar dapat menambah wawasan dan pengetahuan terkait dengan keberadaan lontar yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan dan multidisiplin ilmu

Secara umum masyarakat Bali telah meresapi isi yang terkandung dalam lontar. Bagi peminat dan pencipta seni pertunjukkan sesungguhnya telah tersirat pemahaman terhadap lontar lewat dialog-dialog para tokoh yang ada di dalamnya sekaligus mencerminkan ajaran budi pekerti dan kebenaran yang pada intinya bersumber pada lontar sebagai bahan rujukan atau pedoman dalam perannya selaku tokoh seni pertunjukan.

"Hal ini terlihat pada sejumlah lakon sendratari Ramayana, Mahabharata, Tantri, seni Arja, Wayang, Drama Gong, dan sebagainya," kata dia.

Lebih konkret lagi terlihat dalam kegiatan seni mabebasan yang dilakukan oleh sejumlah sekaha santi dalam upacara piodalan di Pura (tempat suci Hindu).

"Di sinilah sesungguhnya terjadi demikian kuat antara tradisi lisan dan tulis terhadap lontar tersebut. Seseorang yang mampu membaca teks kakawin dalam lontar atau buku yang bersumber dari lontar, akan tercermin sebuah tradisi tulis yang sangat kuat," kata dia.

Dengan demikian, kata dia, lontar sebagai sebuah kekayaan Intlektual masyarakat Bali di abad modern ini harus dijaga dan dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan sebaliknya hanya dianggap sebagai benda pusaka saja.

"Sehingga kami berharap bahwa kekayaan intelektual masyarakat Bali yang sangat adi luhung ini bisa dilestarikan dan dirasakan kebermanfaatannya bagi masyarakat Bali umumnya dan Masyarakat Kecamatan Sukasada khususnya," demikian Dwi Adnyana.