Jakarta (ANTARA News) - Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri dan anak buahnya Ali Sadli didakwa menerima suap Rp240 juta dari Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Sugito agar kementerian bisa mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan uang itu diserahkan oleh Jarot Budi Prabowo secara bertahap melalui Ali Sadli sehingga berjumlah Rp240 juta, yang masing-masing diterima terdakwa sejumlah Rp200 juta dan Ali Sadli sejumlah Rp40 juta.

Rochmadi Saptogiri selaku penanggung jawab bersama Ali Sadli yang sebagai wakil penanggung jawab bertugas menentukan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun 2016.

"Padahal masih ada beberapa temuan dalam pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja tahun 2015 dan semester 1 tahun 2016 pada Kemendes PDTT yang belum ditindaklanjuti yang semestinya mempengaruhi opini tersebut," tambah jaksa Ali.

Pemberian suap dimulai Januari 2017 berdasarkan surat tugas yang ditandatangani Anggota III BPK RI Eddy Mulyadi Soepardi, yang menugaskan pemeriksaan atas laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016 dengan masa tugas 60 hari mulai 23 Januari-17 April 2017 di Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

Sugito menargetkan kementeriannya pada 2016 memperoleh Opini WTP setelah pada 2015 hanya mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Oleh karena itu, pada akhir April 2017, Sugito dan Anwar Sanusi bertemu dengan Ketua Sub Tim 1 Pemeriksa BPK Choirul Anam yang mengonfirmasi bahwa Kemendes PDTT akan memperoleh Opini WTP dan menyarankan Rochmadi dan Ali Sadli diberi uang sekitar Rp250 juta dengan mengatakan "Itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya".

Guna memberikan uang Rp250 juta itu, pada awal Mei 2017, Sugito atas sepengetahuan Anwar mengumpulkan para Sesditjen, Sesbadan, Sesitjen serta Karo Keuangan dan BMN.

Sugito meminta adanya "atensi atau perhatian" dari seluruh Unit Kerja Eselon I (UKE 1) kepada Tim Pemeriksa BPK berupa pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp200 juta sampai Rp300 juta.

Rapat sepakat pemberian uang kepada Rochmadi dan Ali Sadli ditanggung oleh 9 UKE 1 dengan besaran uang sesuai kemampuan dari masing-masing UKE 1 dan uang akan disetorkan kepada Jarot Budi Prabowo.

Beberapa hari kemudian setelah pertemuan, Sugito menyampaikan kepada Ali Sadli bahwa Jarot akan menyerahkan sejumlah uang untuk Rochmadi melalui Ali Sadli, yang dijawab Ali Sadli "Baik Pak".

Setelah uang Rp200 juta terkumpul, Jarot pada 10 Mei 2017 membawa tas kain belanja berisi uang Rp200 juta dan menemui Ali Sadli di ruang kerjanya di Lantai 4 kantor BPK RI. Jarot menyampaikan "Ada titipan dari Pak Irjen, Sugito".

Uang tersebut selanjutnya diterima Ali Sadli. Kemudian Ali meminta Choirul Anam membawa uang tersebut ke ruang kerja Rochmadi, dan diletakkan di lantai dekat tempat tidur dalam ruang kerja Rochmadi.

Siang hari, saat Ali bertemu Rochmadi di ruang kerja Ali Sadli ia melaporkan penerimaan uang tersebut kepada Rochmadi dengan mengatakan "Pak, ada titipan dari Kemendes. Saya taruh di kamar Bapak", yang dijawab Rochmadi "Iya, mas". Pada sore harinya Rochmadi memindahkan uang Rp200 juta tersebut ke dalam brankas pribadi di ruang kerjanya.

Pada 18 Mei 2017 BPK melakukan sidang Badan atas Laporan Keuangan Kemendes PDTT TA 2016 yang dipimpin oleh Anggota III BPK Edy Mulyadi Soepardi dimana pada saat itu Rochmadi menentukan bahwa Opini untuk Kemendes PDTT adalah WTP.

Padahal berdasarkan hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) pada Kemendes PDTT ada temuan mengenai pertanggungjawaban Pembayaran Honororium dan Bantuan Biaya Operasional kepada Tenaga Pendamping Profesional (TPP) tahun 2016 sebesar Rp550,467 miliar, di mana Kemendes PDTT belum seluruhnya melaksanakan rekomendasi sampai pemeriksaan Laporan Keuangan Kemendes PDTT 2016.

Pada 26 Mei 2017 Jarot mengantarkan sisa uang Rp40 juta ke kantor BPK RI menggunakan ojek. Dia langsung masuk ke ruang kerja Ali Sadli di lantai 4 dan sebelum pulang memberikan tas kertas coklat bertuliskan "Pandanaran" berisi uang Rp40 juta kepada Ali Sadli, yang kemudian menyimpannya di laci meja kerja.

Beberapa saat setelah Jarot keluar dari ruangan Ali Sadli, petugas KPK mengamankan Jarot dan Ali serta mengamankan tas kertas berisi uang Rp40 juta.

Petugas KPK juga menemukan sejumlah uang tunai Rp1,154 miliar dan 3.000 dolar AS di dalam brankas yang berada di ruang kerja Rocmadi.

Selain didakwa menerima suap, Rochmadi juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp3,5 miliar dan melakukan tindak pidana pencucian uang aktif melalui pembelian tanah tanah kavling seluas 329 meter persegi di Bintaro dan pencucian uang pasif berupa penerimaan satu mobil Honda Odyssey dari Ali Sadli.

Atas dakwaan itu, Rochmadi mengajukan eksepsi (nota keberatan).

"Saya cukup mengerti isi dakwaan. Kami sepakat akan mengajukan eksepsi atas dakwaan yang diajukan JPU," kata Rochmadi.