Moskow (ANTARA News) - Jalur perjalanan laut antara Vladivostok, Rusia, dan Korea Utara dibuka kembali setelah dua bulan ditiadakan, dengan pengangkutan barang, lapor kantor berita RIA pada Senin, mengutip kepala perusahaan yang mengoperasikan jalur tersebut.

Kapal Mangyonbong berbendera Korea Utara meninggalkan pelabuhan Rusia menuju Rajin, Korea Utara, Minggu, kata RIA, mengutip direktur jenderal perusahaan, Vladimir Baranov.

Jalur feri satu-satunya yang menghubungkan kedua negara itu, dibuka pada Mei untuk mengangkut barang dan penumpang, terutama Turis asal China.

Namun pengoperasiannya dihentikan pada Agustus, karena pelabuhan di Vladivostok menolak memberikan layanan kepada kapal setelah perusahaan tersebut gagal membayar mereka, lapor RIA mengutip seorang pejabat pelabuhan.

Layanan feri itu diluncurkan pada Mei, meskipun terdapat peringatan dari Amerika Serikat kepada negara-negara lainnya untuk membatasi hubungan dengan Pyongyang terkait pengembangan program nuklir dan peluru kendali negara tersebut.

Pada Senin, Katina Adams, juru bicara luar negeri AS, mengatakan bahwa Washington mengharapkan semua negara yang merupakan bagian dari PBB, termasuk Rusia, untuk sepenuhnya menerapkan sanksi PBB terhadap Korea Utara dan mendesak untuk mengambil tindakan tambahan untuk memberikan tekanan maksimum terhadap (Korea Utara), termasuk dengan memutus hubungan ekonomi dan diplomatik.

Baranov mengatakan bahwa saat ini layanan feri hanya mengangkut barang dan tidak diperuntukkan mengangkut penumpang, meski perusahaan sedang dalam pembicaraan dengan pihak pelabuhan untuk melanjutkan lalu lintas penumpang, kata RIA.

Uji coba nuklir Pyongyang dan peluncuran peluru kendalinya telah menimbulkan ketegangan dunia dan mendorong beberapa pemberian sanksi internasional oleh Dewan Keamanan PBB.

Rusia mengecam pengujian senjata Korea Utara namun juga menentang usaha pimpinan AS. untuk mengucilkan Korea Utara secara ekonomi.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, Senin, menandatangani dekrit pembatasan terhadap Korea Utara untuk mematuhi Resolusi Dewan Keamanan PBB yang dibuat sebagai tanggapan terhadap Uji coba peluru kendali Pyongyang di akhir 2016.