Kemenperin upayakan peningkatan fasilitas KITE
14 Oktober 2017 18:51 WIB
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian melalui Ditjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) berupaya meningkatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) bagi IKM.
“Langkah pertama yang saat ini kami lakukan adalah market intelligence untuk mengetahui kondisi target pasar, penentuan produk dan tahap positioning. Langkah selanjutnya pengembangan produk dari segi standardisasi dan desain,†kata Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih melalui keterangannya di Jakarta, Sabtu.
KITE merupakan kebijakan guna memberikan kemudahan bagi IKM dalam mengimpor bahan baku untuk proses produksi yang akan diekspor kembali sebagai produk jadi. Fasilitas KITE IKM ini diberikan kepada IKM dan konsorsium KITE yang telah mendapatkan penetapan sebagai penerima.
Pasalnya, sejak diluncurkan pada 30 Januari 2017 lalu, program tersebut belum termanfaatkan dengan baik.
“Hal ini disebabkan karena Koperasi Tumang yang direncanakan akan berperan sebagai Pusat Logistik Berikat (PLB), baru terbentuk pada Oktober 2017. Selain itu, terdapat batasan minimum impor untuk bahan baku tembaga, serta IKM di Tumang belum bisa melaksanakan ekspor secara mandiri karena masih melibatkan pihak ketiga,†papar Gati.
Ia menyebutkan, Kemenperin telah memberikan masukan terkait peningkatan fasilitas KITE dan fasilitas pembiayaan ekspor, yaitu membuat saluran impor dan ekspor bahan baku dan hasil produksi IKM yang lebih menyebar antara lain melalui pendirian PLB.
Pengaplikasiannya seperti konsorsium pada sentra IKM tekstil di Pemalang dan sentra IKM furnitur di Solo.
Usulan lainnya, proses kepengurusan Ijin Usaha Industri (IUI) dan dokumen kelengkapan bagi sektor IKM agar dapat dipermudah di beberapa daerah.
“Selain itu, perlu adanya struktur biaya dari masing-masing komoditas IKM, karena memiliki permasalahan yang berbeda dalam mengakses pembiayaan,†imbuhnya.
Setelah itu, dilakukan pendataan beberapa IKM yang potensial masuk ke pasar ekspor dan memberikan grading pada setiap IKM. Dan, tahap terakhir, Ditjen IKM akan memberikan fasilitasi kemudahan ekspor pada KITE IKM, serta memberikan pembiayaan, penjaminan, jasa asuransi, dan jasa konsultasi ekspor.
Dalam upaya pengembangan ekspor produk IKM, Ditjen IKM telah menetapkan pengembangan sembilan produk IKM prioritas, antara lain dari industri makanan dan minuman, logam, perhiasan, herbal, kosmetik, fashion, industri kreatif, kerajinan dan furnitur.
Perkembangan ekspor IKM pada periode 2010-2015 terus mengalami kenaikan yang signifikan.
Pada tahun 2010 nilai ekspor IKM mencapai angka 15,51 miliar dollar AS, pada tahun 2011 mencapai angka USD16,58 miliar, tahun 2012 berada pada angka 17,59 miliar dollar AS, tahun 2013 di angka 18,60 miliar dollar AS, tahun 2014 berada di angka 19,61 miliar dollar AS dan tahun 2015 naik hingga 26,62 miliardollar AS.
Sementara itu, kontribusi nilai ekspor IKM terhadap ekspor industri mengalami kenaikan yaitu di tahun 2010 sebesar 15,83 persen, dan tahun 2015 mencapai 24,60 persen.
Sedangkan kontribusi ekspor IKM terhadap ekspor nasional tahun 2010 berada pada 9,83 persen dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi 17,44 persen.
“Langkah pertama yang saat ini kami lakukan adalah market intelligence untuk mengetahui kondisi target pasar, penentuan produk dan tahap positioning. Langkah selanjutnya pengembangan produk dari segi standardisasi dan desain,†kata Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih melalui keterangannya di Jakarta, Sabtu.
KITE merupakan kebijakan guna memberikan kemudahan bagi IKM dalam mengimpor bahan baku untuk proses produksi yang akan diekspor kembali sebagai produk jadi. Fasilitas KITE IKM ini diberikan kepada IKM dan konsorsium KITE yang telah mendapatkan penetapan sebagai penerima.
Pasalnya, sejak diluncurkan pada 30 Januari 2017 lalu, program tersebut belum termanfaatkan dengan baik.
“Hal ini disebabkan karena Koperasi Tumang yang direncanakan akan berperan sebagai Pusat Logistik Berikat (PLB), baru terbentuk pada Oktober 2017. Selain itu, terdapat batasan minimum impor untuk bahan baku tembaga, serta IKM di Tumang belum bisa melaksanakan ekspor secara mandiri karena masih melibatkan pihak ketiga,†papar Gati.
Ia menyebutkan, Kemenperin telah memberikan masukan terkait peningkatan fasilitas KITE dan fasilitas pembiayaan ekspor, yaitu membuat saluran impor dan ekspor bahan baku dan hasil produksi IKM yang lebih menyebar antara lain melalui pendirian PLB.
Pengaplikasiannya seperti konsorsium pada sentra IKM tekstil di Pemalang dan sentra IKM furnitur di Solo.
Usulan lainnya, proses kepengurusan Ijin Usaha Industri (IUI) dan dokumen kelengkapan bagi sektor IKM agar dapat dipermudah di beberapa daerah.
“Selain itu, perlu adanya struktur biaya dari masing-masing komoditas IKM, karena memiliki permasalahan yang berbeda dalam mengakses pembiayaan,†imbuhnya.
Setelah itu, dilakukan pendataan beberapa IKM yang potensial masuk ke pasar ekspor dan memberikan grading pada setiap IKM. Dan, tahap terakhir, Ditjen IKM akan memberikan fasilitasi kemudahan ekspor pada KITE IKM, serta memberikan pembiayaan, penjaminan, jasa asuransi, dan jasa konsultasi ekspor.
Dalam upaya pengembangan ekspor produk IKM, Ditjen IKM telah menetapkan pengembangan sembilan produk IKM prioritas, antara lain dari industri makanan dan minuman, logam, perhiasan, herbal, kosmetik, fashion, industri kreatif, kerajinan dan furnitur.
Perkembangan ekspor IKM pada periode 2010-2015 terus mengalami kenaikan yang signifikan.
Pada tahun 2010 nilai ekspor IKM mencapai angka 15,51 miliar dollar AS, pada tahun 2011 mencapai angka USD16,58 miliar, tahun 2012 berada pada angka 17,59 miliar dollar AS, tahun 2013 di angka 18,60 miliar dollar AS, tahun 2014 berada di angka 19,61 miliar dollar AS dan tahun 2015 naik hingga 26,62 miliardollar AS.
Sementara itu, kontribusi nilai ekspor IKM terhadap ekspor industri mengalami kenaikan yaitu di tahun 2010 sebesar 15,83 persen, dan tahun 2015 mencapai 24,60 persen.
Sedangkan kontribusi ekspor IKM terhadap ekspor nasional tahun 2010 berada pada 9,83 persen dan terus mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi 17,44 persen.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017
Tags: