Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa pihaknya mendukung audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengadaan di kementeriannya, khususnya pengadaan alutsista Kemenhan dan TNI.

"Ya silakan saja. Saya pokoknya kalau ada hukumnya boleh ya silakan, hukumnya nggak boleh, ya ndak boleh. Tidak ada masalah. Saya kalau diaudit senang kok bukan marah-marah karena saya semua terbuka dengan orang. Nggak ada masalah, sesuai dengan hukum," kata Ryamizard di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membantah adanya larangan untuk melakukan audit atau pemeriksaan terhadap alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia (Alutsista TNI) Menteri Pertahanan atau Panglima TNI.

"Terkait akses kepada BPK untuk melakukan audit terhadap Kemenhan dan organisasinya, Menhan dan Panglima TNI tidak pernah menghalangi BPK melakukan pemeriksaan," kata Anggota I BPK Agung Firman Sampurna saat jumpa pers di Kantor BPK, Kamis (12/10).

Ia menuturkan, sejak 2007 hingga 2017, BPK sudah melakukan 27 pemeriksaan yaitu pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksaan kinerja, ataupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Selama itu pula, menurut dia, tidak pernah ada larangan dari Menhan atau Panglima TNI terhadap proses audit BPK.

"Selama itu berlangsung, baik Menhan, Panglima TNI, maupun pimpinan organisasi, tidak pernah menghalangi BPK," ujar Agung.

Kendati demikian, ia mengemukakan, pihaknya mengakui selama pemeriksaan memang ada sedikit hambatan terkait dokumen pemeriksaan terhadap satu akun yang dipilih BPK.

"Namun, hambatan tersebut bisa diselesaikan," demikian Agung Firman Sampurna.

BPK saat ini masih melakukan audit alutsista yang dipimpin oleh Anggota I Agung Firman Sampurna. Pembentukan tim itu salah satunya ditujukan untuk memeriksa pembelian helikopter Agusta Westland (AW) 101.

Agung mengatakan audit alutsista tidak hanya meliputi pembelian helikopter Agusta Westland 101, tapi seluruh pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan yang menurut penilaian BPK berisiko tinggi.