Apotek rakyat beralih status menjadi apotek
10 Oktober 2017 17:38 WIB
Ilustrasi--Aksi Tolak Peredaran Obat Ilegal. Massa dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Surabaya serta mahasiswa fakultas farmasi se-Surabaya membentang spanduk dan poster saat melakukan aksi jalan kaki menolak penyalahgunaan dan peredaran obat ilegal, di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (1/10/2017). Dalam aksi yang dilakukan secara serentak di 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur tersebut mereka mengajak masyarakat untuk membeli obat di apotek yang resmi dan bijak dalam pemakaiannya. (ANTARA /Moch Asim)
Ambon (ANTARA News) - Plt Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Ambon, Nurhayati Yasin, menyatakan seluruh apotek rakyat di ibu kota Provinsi Mauku itu telah beralih status menjadi apotek.
Ia menyatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek yang berlaku mulai 13 Februari 2017, seluruh apotek rakyat harus beralih status menjadi apotek.
"Di Kota Ambon, dari 17 apotek rakyat 10 di antaranya telah mengurus ijin dan beralih status menjadi apotek, sedangkan tujuh lainnya menjadi toko obat," kata Nurhayati di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan, Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 13 Februari 2017 lalu oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Nurhayati menjelaskan, regulasi yang berlaku toko obat hanya diijinkan menjual obat-obat bebas dan bebas terbatas dengan penanggung jawab seorang asisten apoteker.
Hal ini berbeda dengan apotek yang diijinkan menjual seluruh golongan obat, mulai dari obat bebas, bebas terbatas, keras, narkotika hingga psikotropika dengan penanggung jawab seorang apoteker.
Ia mengakui, jika selama ini banyak ditemui kalangan masyarakat yang mendapatkan obat golongan keras. Sejatinya hal tersebut merupakan praktek yang salah kaprah dan tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
"Salah satu alasannya sering kali adalah karena harganya yang lebih murah. Karena ijin toko obat hanya boleh menjual obat bebas dan bebas terbatas, maka seharusnya toko obat juga tidak mendapat ijin untuk membeli obat keras dari distributor atau pabrik obat untuk dijual kembali," katanya.
Dikatakannya, apotek rakyat merupakan salah satu sarana kesehatan tempat dilaksanakan pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan tidak melakukan peracikan (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat).
Secara umum, pengelolaan apotek rakyat tidak berbeda dengan apotek lain, tetapi ada batasan dalam pengelolaannya. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan pembinaan dan pengawasan terhadap apotek rakyat dilakukan oleh Kemenkes, BPOM, Dinkes Kabupaten dan kota setempat.
"Pengawasan tersebut mengikutsertakan organisasi profesi sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing," tandasnya.
Ia menyatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek yang berlaku mulai 13 Februari 2017, seluruh apotek rakyat harus beralih status menjadi apotek.
"Di Kota Ambon, dari 17 apotek rakyat 10 di antaranya telah mengurus ijin dan beralih status menjadi apotek, sedangkan tujuh lainnya menjadi toko obat," kata Nurhayati di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan, Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 13 Februari 2017 lalu oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Nurhayati menjelaskan, regulasi yang berlaku toko obat hanya diijinkan menjual obat-obat bebas dan bebas terbatas dengan penanggung jawab seorang asisten apoteker.
Hal ini berbeda dengan apotek yang diijinkan menjual seluruh golongan obat, mulai dari obat bebas, bebas terbatas, keras, narkotika hingga psikotropika dengan penanggung jawab seorang apoteker.
Ia mengakui, jika selama ini banyak ditemui kalangan masyarakat yang mendapatkan obat golongan keras. Sejatinya hal tersebut merupakan praktek yang salah kaprah dan tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
"Salah satu alasannya sering kali adalah karena harganya yang lebih murah. Karena ijin toko obat hanya boleh menjual obat bebas dan bebas terbatas, maka seharusnya toko obat juga tidak mendapat ijin untuk membeli obat keras dari distributor atau pabrik obat untuk dijual kembali," katanya.
Dikatakannya, apotek rakyat merupakan salah satu sarana kesehatan tempat dilaksanakan pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan kesehatan dan tidak melakukan peracikan (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat).
Secara umum, pengelolaan apotek rakyat tidak berbeda dengan apotek lain, tetapi ada batasan dalam pengelolaannya. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan pembinaan dan pengawasan terhadap apotek rakyat dilakukan oleh Kemenkes, BPOM, Dinkes Kabupaten dan kota setempat.
"Pengawasan tersebut mengikutsertakan organisasi profesi sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing," tandasnya.
Pewarta: Penina Mayaut
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017
Tags: