KPK periksa anggota DPR fayakhun kasus korupsi Bakamla
10 Oktober 2017 12:38 WIB
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi (tengah), menunggu untuk diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10/2017). Fayakhun diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring atau pengawasan di Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - KPK memeriksa anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, dalam penyidikan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan sistem dan piranti pemantauan satelit di Badan Keamanan Laut pada Tahun Anggaran 2016.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa.
Selain memeriksa Andriadi, KPK juga dijadwalkan memeriksa Direktur Pertahanan dan Keamanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Wisnu Utomo, sebagai saksi juga untuk tersangka Nofel Hasan.
Sebelumnya, KPK telah mencegah Andriadi dan Managing Director PT ROHDE and SCHWARZ Indonesia, Erwin S Arif, ke luar negeri untuk enam bulan ke depan sejak akhir Juni lalu.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK tengah mendalami proses penganggaran pengadaan piranti dan sistem pemantauan satelit di badan itu.
"Kami sedang dalami proses penganggarannya jadi pembahasan terkait dengan Bakamla ini seperti apa, aturan-aturan umum terkait pembahasan anggarannya bagaimana, jadi sedang kami dalami," kata Diansyah.
Menurut dia, KPK tidak hanya berbicara terkait kasus suapnya saja, namun juga didalami terkait proses penganggaran pemantauan satelit itu.
"Jadi, kami tidak hanya bicara kasus suap yang terkait dengan pengadaan tetapi kami juga menggali lebih jauh proses penganggarannya seperti apa," ucap dia.
Hasan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 April 2017 lalu, yang disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan pemantauan satelit senilai total Rp222,43 miliar itu. Mata uang dolar Singapura memiliki pecahan 1.000 dolar Singapura sementara dolar Amerika Serikat hanya 100 dolar.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Nofel Hasan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa.
Selain memeriksa Andriadi, KPK juga dijadwalkan memeriksa Direktur Pertahanan dan Keamanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Wisnu Utomo, sebagai saksi juga untuk tersangka Nofel Hasan.
Sebelumnya, KPK telah mencegah Andriadi dan Managing Director PT ROHDE and SCHWARZ Indonesia, Erwin S Arif, ke luar negeri untuk enam bulan ke depan sejak akhir Juni lalu.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK tengah mendalami proses penganggaran pengadaan piranti dan sistem pemantauan satelit di badan itu.
"Kami sedang dalami proses penganggarannya jadi pembahasan terkait dengan Bakamla ini seperti apa, aturan-aturan umum terkait pembahasan anggarannya bagaimana, jadi sedang kami dalami," kata Diansyah.
Menurut dia, KPK tidak hanya berbicara terkait kasus suapnya saja, namun juga didalami terkait proses penganggaran pemantauan satelit itu.
"Jadi, kami tidak hanya bicara kasus suap yang terkait dengan pengadaan tetapi kami juga menggali lebih jauh proses penganggarannya seperti apa," ucap dia.
Hasan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 12 April 2017 lalu, yang disebut menerima 104.500 dolar Singapura terkait pengadaan pemantauan satelit senilai total Rp222,43 miliar itu. Mata uang dolar Singapura memiliki pecahan 1.000 dolar Singapura sementara dolar Amerika Serikat hanya 100 dolar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: