"Kami ingatkan Dwi dalam bertindak harus diingat konsekuensi dan tanggung jawab dari tindakan tersebut. Kita seringkali terlalu gampang untuk meminta maaf dan memaafkan suatu kesalahan, namun kita juga seringkali lupa bahwa kita selalu sulit untuk melupakan sebuah kesalahan. Jadi kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi Saudara Dwi," kata Ghufron.
Ghufron pun menyoroti masalah integritas di kalangan akademis, yang perlu segera dicari solusinya.
"Ini tantangan, permasalahan akademis kita ini di dalamnya termasuk integritas, bahkan kunci pembangunannya adalah integritas. Beberapa bulan belakangan ini pun bisa kita dapati contoh atau praktik di perguruan tinggi yang tidak sama sekali mengindahkan integritas," kata dia.
Ghufron mengharapkan para akademisi dan ilmuwan Indonesia, baik di dalam maupun di luar negeri, bersama sama menjaga integritas dan etika yang baik.
Dwi Hartanto merupakan salah satu peserta Visiting World Class Professor, salah satu program yang digagas oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dam Pendidikan Tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.
Kasus Dwi Hartanto ini menjadi evaluasi kementerian dalam menyelenggarakan program serupa di kemudian hari.
"Kami terus melakukan evaluasi yang berkelanjutan, tidak hanya pada program ini, tetapi kepada seluruh program dan kebijakan," ucapnya.
Ghufron berharap ke depan Dwi mampu memperbaiki diri dan integritasnya, serta kembali mengembangkan potensi diri.
Bagi dia, Dwi Hartanto sebenarnya memiliki potensi untuk berkembang, karenanya dia mengimbau para ilmuwan Indonesia di luar negeri untuk membantu Dwi memperbaiki diri.
"Janganlah kita kemudian menghakimi, tetapi kita arahkan dan berikan kesempatan, jalan karir Dwi masih panjang mari kita tegur, kita ingatkan dan kita bantu ke arah yang baik," kata dia.
Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral di Technische Universiteit Delft Belanda, mengaku melebih-lebihkan informasi terkait pribadi, kompetensi dan prestasinya selama di Belanda.
Prestasi-prestasi yang diklaim Dwi membuatnya dianugerahi penghargaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, yang kemudian mencabut penghargaan itu setelah investigasi PPI Delft mementahkan semua klaim prestasinya di bidang antariksa serta latar belakang pendidikan dan pertemuannya dengan BJ Habibie.