Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum KPK mendalami hubungan antara mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dengan Direktur PT Sandipala Artha Putra Paulus Tannos dalam proyek KTP-Elektronik.

"Ketika program KTP-E sudah berjalan tapi lambat sekali proggres-nya, saya kemudian tanya ke Pak Irman (mantan Dirjen Dukcapil) karena Irman memantau ke konsorisum kenapa lama. Perintah saya agar dipercepat lalu Bu Sekjen lapor setelah rapat di konsorsium akan percepat tapi ada perubahan jatah orang-orang yang ikut rapat. Saya tanya siapa? Katanya Paulus Tannos, dulu dapat 120 juta keping jadi 60 juta. Saya tanya keputusan siapa? Mereka atau Bu Sekjen? dijawab mereka, saya tidak ada kepentingan," kata Gamawan dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Gamawan menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang didakwa mendapatkan keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dalam proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-E) yang seluruhnya merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun.

"Apakah saudara pernah dicerikatan soal peralihan ruko di Jalan Wijaya dan tanah di Jalan Brawijaya dari Paulus Tanno ke Azmin Aulia?" tanya jaksa KPK Abdul Basir. Azmin adalah adik tiri Gamawan.

"Saya tahu setelah diperiksa KPK, saya panggil, kamu diperiksa KPK apa? Kata dia Saya beli tanah dari Paulus Tannos, saya beli jauh di atas harga pasar, saya beli Rp30 juta per meter bukan milik pribadi tapi PT dan PT itu bukan saya pemiliknya," ungkap Gamawan menirukan percakapannya dengan Azmin Aulia.

"Azmin Aulia dan Paulus Tannos kenal tidak?" tanya jaksa Basir.

"Tidak tahu persis karena dia di Jakarta, saya di Padang," jawab Gamawan.

"Apakah Azmin juga memberi tahu saksi bahwa dia lakukan pertemuan dengan beberapa pemenang e-KTP?" tanya jaksa Basir.

"Tidak pernah," jawab Basir.

"Apakah saat saudara ke Singapura dan menginap di Mandarin Orchard bersama Irman, Sugiharto, Husni Fahmi ketemu Paulus Tannos?" tanya jaksa Basir.

"Tidak, saya bertemu Paulus Tannos pada 2007. Saya di kamar saja tidur, saya kan ke Singapura karena partisipasi orang-orang ini capai, saya diajak maka saya pergilah bersama Pak Irman, Pak Sugiharto, Husni Fami dan ajudan jadi kami berlima, tapi saya bayar ke Pak Giarto," jawab Gamawan.

"Apakah mengetahui atau dapat laporan dari Pak Sugiharto dan Husni bertemu Paulus dan Caterin Tannos?" tanya jaksa Basir.

"Tidak tahu," saya hanya tidur-tiduran di sana," jawab Gamawan.

"Berapa memberikan uang ke Pak Giarto biaya?" tanya jaksa Basir.

"Saya kasih uang ke Pak Sugiharto dan ajudan sebesar 1.000 dolar," jawab Gamawan.

Paulus Tannos dalam dakwaan adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra yang bersama dengan anaknya Catherin Tannos menjadi koordinator Team Leader Financial tim Fatmawati. PT Sandipala lalu menyediakan chip dan percetakan kartu KTP-e.

Paulus lalu masuk membentuk manajemen bersama Konsorsium PNRI mewakili PT Sandipala Arthaputra bersama dengan Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN Industri dan PT Quadra Solution

Paulus yang sejak 2012 tinggal di Singapura disebut memberikan 530 ribu dolar AS kepada Sugiharto. Selanjutnya, Paulus bersama dengan Andi Narogong dan Direktur PT Quadra Solution yang juga sudah menjadi tersangka KTP E Anang S Sudihardjo menemui Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu Setya Novanto. Dalam pertemuam, Paulus menyampaikan konsorsium PNRI tidak mendapat uang muka pekerjaan KTP-E sebagai modal kerja. Atas penyampaian Paulus itu, Senov lalu mengatakan "ya sudah lanjutkan"

PT Sandipala Artha Putra awalnya berkewajiban melakukan produksi sebanyak 103.209.240 keping, namun atas permintaan Andi Narogong melalui Sekjen Kemendagri saat itu Diah Anggraeni pada 19 Desember 2011, pembagian porsi pekerjaan diubah sehingga Konsorsium PNRI mendapat jatah porsi pekerjaan produksi blangko KTP-E sebanyak 112.015.400 keping, sedangkan PT. Sandipala Artha Putra sebanyak 60 juta keping. Pada Oktober 2013 pembagian porsi pekerjaan tersebut kembali diubah sehingga PNRI mempunyai porsi pekerjaan 127.015.400 keping, sedangkan PT. Sandipala Artha Putra hanya sebanyak 45 juta keping.

Untuk pekerjaan personalisasi dan distribusi, Perum PNRI wajibmelakukan personalisasi dan distribusi sebanyak 112.015.400 keping, sedangkan PT. Sandipala Artha Putra sebanyak 60 juta keping.

PT Sandipala Artha Putra lalu menerima pembayaran sejumlah Rp381,24 miliar dan dibayarkan kepada Bank Artha Graha sebagai pembayaran hutang atas nama PT. Mega Lestari Unggul yang merupakan "holding company" PT. Sandipala Artha Putra sejumlah Rp148,863 miliar. Sedangkan tagihan PT. Sandipala Artha Putra yang belum dibayarkan oleh konsorsium PNRI sejumlah Rp115,332 miliar sehingga keuntungan PT. Sandipala Artha Putra sejumlah Rp145,851 miliar.