Kim Jong-un puji program nuklir, angkat adik ke pusat kekuasaan
8 Oktober 2017 13:03 WIB
Arsip Foto. Pemimpin Korea Utara Kim Jon-un menghadiri perjamuan untuk para kontributor peluncuran roket dalam foto tidak bertanggal yang dirilis oleh Pusat Agensi Berita Korea Utara (KCNA) di Pyongyang, Senin (15/2). (REUTERS/KCNA )
Seoul (ANTARA News) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyebut program senjata nuklir negaranya sebagai "penangkal kuat" yang menjamin kedaulatan bangsa menurut siaran media pemerintah pada Minggu.
Dalam pidato di pertemuan Komite Sentral Partai Pekerja yang berkuasa pada Sabtu, menurut siaran media pemerintah, Kim berbicara mengenai "situasi internasional yang rumit" dan kekuatan program senjata nuklir Korea Utara.
Senjata nuklir Korea Utara adalah "penangkal kuat yang menjaga perdamaian dan keamanan Semenanjung Korea dan Asia timur laut," kata Kim merujuk pada "ancaman berlanjut imperalis-imperialis AS."
Kim juga menyebut perekonomian negaranya tidak terganggu peningkatan sanksi terkait program nuklirnya.
"Ekonomi nasional tumbuh dengan kekuatan mereka tahun ini, terlepas dari peningkatan sanksi-sanksi," kata Kim, merujuk pada resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengekang program nuklir dan rudal Pyongyang.
Promosi Adik
Pertemuan Komite Sentral juga mencakup beberapa perubahan personel di pusat kekuasaan Korea Utara menurut siaran media pemerintah yang dikutip kantor berita Reuters.
Adik perempuan Kim Jong-un, Kim Yo Jong, menjadi anggota alternatif politburo -- badan pembuat keputusan tertinggi pimpinan Kim Jong-un.
Promosi tersebut mengindikasikan perempuan 28 tahun itu telah menjadi pengganti bibi Kim Jong-un, Kim Kyong Hee, yang menjadi pembuat keputusan penting ketika bekas pemimpin Kim Jong Il masih hidup.
"Ri sekarang bisa diidentifikasi sebagai salah satu pembuat kebijakan top Korea Utara," kata Michael Madden, ahli Korea Utara di Johns Hopkins University di situs 38 North.
"Bahkan kalau dia melakukan pertemuan informal atau tak terekam, kehadiran Ri dalam dialog bisa menjamin bahwa apa pun usul yang mereka ajukan akan langsung sampai ke atas," katanya sebagaimana dikutip Reuters.
Pada Januari, Departemen Keuangan AS memasukkan Kim Yo Jong ke daftar hitam bersama para pejabat Korea Utara lain terkait "pelanggaran berat hak asasi manusia".
Dalam pidato di pertemuan Komite Sentral Partai Pekerja yang berkuasa pada Sabtu, menurut siaran media pemerintah, Kim berbicara mengenai "situasi internasional yang rumit" dan kekuatan program senjata nuklir Korea Utara.
Senjata nuklir Korea Utara adalah "penangkal kuat yang menjaga perdamaian dan keamanan Semenanjung Korea dan Asia timur laut," kata Kim merujuk pada "ancaman berlanjut imperalis-imperialis AS."
Kim juga menyebut perekonomian negaranya tidak terganggu peningkatan sanksi terkait program nuklirnya.
"Ekonomi nasional tumbuh dengan kekuatan mereka tahun ini, terlepas dari peningkatan sanksi-sanksi," kata Kim, merujuk pada resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengekang program nuklir dan rudal Pyongyang.
Promosi Adik
Pertemuan Komite Sentral juga mencakup beberapa perubahan personel di pusat kekuasaan Korea Utara menurut siaran media pemerintah yang dikutip kantor berita Reuters.
Adik perempuan Kim Jong-un, Kim Yo Jong, menjadi anggota alternatif politburo -- badan pembuat keputusan tertinggi pimpinan Kim Jong-un.
Promosi tersebut mengindikasikan perempuan 28 tahun itu telah menjadi pengganti bibi Kim Jong-un, Kim Kyong Hee, yang menjadi pembuat keputusan penting ketika bekas pemimpin Kim Jong Il masih hidup.
"Ri sekarang bisa diidentifikasi sebagai salah satu pembuat kebijakan top Korea Utara," kata Michael Madden, ahli Korea Utara di Johns Hopkins University di situs 38 North.
"Bahkan kalau dia melakukan pertemuan informal atau tak terekam, kehadiran Ri dalam dialog bisa menjamin bahwa apa pun usul yang mereka ajukan akan langsung sampai ke atas," katanya sebagaimana dikutip Reuters.
Pada Januari, Departemen Keuangan AS memasukkan Kim Yo Jong ke daftar hitam bersama para pejabat Korea Utara lain terkait "pelanggaran berat hak asasi manusia".
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017
Tags: