Jakarta (ANTARA News) - Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sulawesi Utara Sudiwardono yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi, diketahui tidak pernah membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Berdasarkan laman acch.kpk.go.id, Sabtu, tidak ada LHKPN atas nama Sudiwardono yang pernah diserahkan ke KPK, padahal Sudiwardono sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Mataram, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura dan terakhir Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Manado.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor: KEP. 07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Surat Edaran Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Ada sejumlah kewajiban bagi para penyelenggara negara yaitu (1) Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat; (2) Melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pension; (3) Mengumumkan harta kekayaannya.

Penyelengara negara yang wajib menyerahkan LHKPN adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris dan pejabat structural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD; (8) Pimpinan Bank Indonesia.

(9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek; (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi

Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan nilai harta kekayaan anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha berdasarkan pelaporan 30 November 2014 adalah sebesar Rp3,289 miliar.

Harta itu terdiri atas harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp1,585 miliar yang berada di 8 lokasi di kota Kotamobagu dan 2 lokasi di kabupaten Minahasa.

Alat transportasi senilai Rp879,5 juta yang terdiri atas mobil merek Suzuki APV, motor merek Suzuki Satria, mobil merek Honda Accord dan mobil Honda CRV. Aditya juga tercatat memiliki usaha PT Radio Suara Monompia senilai Rp200 juta; logam mulia dan benda bergerak lain sejumlah Rp127 juta; surat berharga senilai Rp200 juta serta giro setara kas lain sejumlah Rp898,03 juta.

Namun Aditya tercatat masih memiliki utang senilai Rp600 juta.

KPK menetapkan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawsi Utara (PT Sulut) Sudiwardono sebagai tersangka penerima suap sebesar 101 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1 miliar) dari anggota DPR dari Komisi XI fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha untuk mempengaruhi putusan banding perkara kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 2010 dengan terdakwa Marlina Moha Siahaan yaitu ibu Aditya, dan agar Marlina tidak ditahan.