Oslo/Jenewa (ANTARA News) - Panitia Nobel Norwegia, yang memperingatkan peningkatan ancaman perang nuklir, memberikan hadiah Nobel Perdamaian 2017 pada Jumat kepada kelompok gerakan antarbangsa, yang mendukung pelarangan senjata nuklir.
Gerakan Antarbangsa untuk Penghapusan Senjata Nuklir (ICAN) menjelaskan dirinya sebagai gabungan kelompok akar rumput bukan pemerintah di lebih dari 100 negara, yang dimulai di Australia dan diluncurkan secara resmi di Wina pada 2007, lapor Reuters.
"Kita tinggal di dunia, tempat ancaman senjata nuklir digunakan lebih besar daripada yang terjadi sejak dulu," kata Berit Reiss-Andersen, pemimpin Panitia Nobel Norwegia.
Pada Juli, 122 negara mengesahkan Perjanjian Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pelarangan Senjata Nuklir, meskipun kesepakatan tersebut tidak mencakup negara pemilik senjata nuklir, seperti, Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris dan Prancis.
"Penghargaan ini memberi jalan terang perjanjian pelarangan senjata nuklir menuju dunia bebas dari senjata nuklir. Sebelum terlambat, kita harus menempuh jalan itu," kata ICAN dalam pernyataan di Facebook-nya.
Hadiah Nobel tersebut bertujuan memperkuat perlucutan senjata di tengah ketegangan nuklir Amerika Serikat dengan Korea Utara dan ketidakpastian mengenai nasib kesepakatan pada 2015 antara Iran dan negara besar untuk membatasi program nuklir Teheran.
Pemimpin komite Nobel Norwegia membantah bahwa hadiah tersebut untuk menjegal Trump dan mengatakan bahwa hadiah tersebut merupakan panggilan kepada negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk memenuhi janji sebelumnya agar bekerjasama menuju perlucutan senjata.
"Pesannya adalah untuk mengingatkan mereka pada komitmen yang telah mereka buat bahwa mereka harus bekerjasama untuk dunia bebas nuklir," kata Reiss-Andersen.
PBB mengatakan bahwa penghargaan tersebut akan membantu upaya mendapatkan 55 pengesahan oleh sejumlah negara agar Perjanjian PBB tentang Pelarangan Senjata Nuklir mulai diberlakukan.
(Uu.KR-DVI/B002)
Kelompok internasional anti-nuklir raih Nobel Perdamaian
6 Oktober 2017 21:28 WIB
- (NobelPrize.org)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: