Wapres anggap daya saing Indonesia masih perlu ditingkatkan
29 September 2017 20:02 WIB
Wapres Jusuf Kalla (kiri) menghadiri pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertama Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Astana, Kazakhstan, Minggu (10/9/2017). (ANTARA FOTO/Setwapres-Syamsu Millah)
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menganggap daya saing Indonesia belum cukup tinggi di kawasan Asia Tenggara meskipun Forum Ekonomi Dunia (WEF) baru saja mengumumkan daya saing RI naik ke posisi 36 dari peringkat 60 pada 2016.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, usai melakukan rapat internal dengan Wapres JK.
"Iya, belum cukup, kita masih perlu melakukan perbaikan-perbaikan internal, pertama peraturan-peraturan kita, yang kedua kepastian hukum, ketiga memang infrastruktur yang mau dibangun besar-besaran ini harus betul-betul terjadi," katanya.
Berdasarkan laporan Daya Saing Global WEF 2017/2018, Indonesia berada di posisi 36 dari 137 negara anggota forum. Namun, masih tetap di bawah Thailand yang berada di peringkat 32 dan Malaysia di posisi 23.
Meskipun demikian, Sofjan mengatakan bahwa peningkatan daya saing itu menunjukkan kepercayaan global kepada Indonesia juga meningkat di tengah situasi ekonomi dunia masih belum stabil.
"Kita memang bisa dikatakan lebih baik ketimbang negara lain untuk investasi, pertumbuhan kita baik, dan politik stabil meskipun ada ini-itu. Akan tetapi, itu semua tentu diperhatikan oleh luar negeri, dan kita juga harus memperhatikan itu," katanya.
Oleh karena itu, kata Sofjan, saat ini pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla terus meningkatkan koordinasi di semua lini pemerintahan, terlebih menjelang pilkada dan Pilpres 2019.
"Saya pikir yang penting, jangan pihak-pihak itu mengeluarkan statement-statement politik yang tidak menguntungkan sama sekali. Oleh karena itu, yang penting satu sama dapat menyelesaikan masalah secara internal," katanya.
Menurut Sofjan, saling mengeluarkan pernyataan antarkepala organisasi pemerintahan di media, terlebih lagi media sosial, hanya akan meningkatkan suhu politik yang tidak terarah dan ujungnya akan membuat investor melakukan wait and see atau bersiap ragu untuk menanamkan investasinya.
"Dalam ekonomi, kita tidak bisa membiarkan pasar wait and see, kita harus menarik mereka ke dalam," katanya.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, usai melakukan rapat internal dengan Wapres JK.
"Iya, belum cukup, kita masih perlu melakukan perbaikan-perbaikan internal, pertama peraturan-peraturan kita, yang kedua kepastian hukum, ketiga memang infrastruktur yang mau dibangun besar-besaran ini harus betul-betul terjadi," katanya.
Berdasarkan laporan Daya Saing Global WEF 2017/2018, Indonesia berada di posisi 36 dari 137 negara anggota forum. Namun, masih tetap di bawah Thailand yang berada di peringkat 32 dan Malaysia di posisi 23.
Meskipun demikian, Sofjan mengatakan bahwa peningkatan daya saing itu menunjukkan kepercayaan global kepada Indonesia juga meningkat di tengah situasi ekonomi dunia masih belum stabil.
"Kita memang bisa dikatakan lebih baik ketimbang negara lain untuk investasi, pertumbuhan kita baik, dan politik stabil meskipun ada ini-itu. Akan tetapi, itu semua tentu diperhatikan oleh luar negeri, dan kita juga harus memperhatikan itu," katanya.
Oleh karena itu, kata Sofjan, saat ini pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla terus meningkatkan koordinasi di semua lini pemerintahan, terlebih menjelang pilkada dan Pilpres 2019.
"Saya pikir yang penting, jangan pihak-pihak itu mengeluarkan statement-statement politik yang tidak menguntungkan sama sekali. Oleh karena itu, yang penting satu sama dapat menyelesaikan masalah secara internal," katanya.
Menurut Sofjan, saling mengeluarkan pernyataan antarkepala organisasi pemerintahan di media, terlebih lagi media sosial, hanya akan meningkatkan suhu politik yang tidak terarah dan ujungnya akan membuat investor melakukan wait and see atau bersiap ragu untuk menanamkan investasinya.
"Dalam ekonomi, kita tidak bisa membiarkan pasar wait and see, kita harus menarik mereka ke dalam," katanya.
Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017
Tags: