Ratusan ton ikan mati karena arus balik
28 September 2017 16:17 WIB
Dokumentasi Ikan Mati Di Danau Maninjau. Seorang anak mengamati ikan-ikan yang mati di Danau Maninjau, Nagari Dua Koto, Agam, Sumatera Barat, Sabtu (20/2/2016). Data Penyuluh Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Agam menunjukkan sedikitnya 30 ton ikan budidaya karamba jaring apung mati akibat angin kencang yang menerpa permukaan air danau yang menyebabkan naiknya sisa pakan ikan dari dasar danau ke permukaan sehingga kadar oksigen berkurang. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Cianjur (ANTARA News) - Ratusan ton ikan di kolam apung Waduk Jangari, Kecamatan Mande, Cianjur, Jawa Barat, mati kekurangan oksigen karena terjadi arus balik dari dasar ke permukaan waduk atau upwelling, sehingga petani merugi miliaran rupiah.
"Untuk saat ini diperkirakan 300 ton ikan yang dipelihara petani mati akibat upwelling, pemicu terjadinya ketika cuaca ekstrem disertai turunnya hujan selama tiga hari terakhir," kata Aep Saepudin (42) pemilik kolam di Blok Jatinengang saat dihubungi Kamis.
Hujan yang terjadi beberapa hari terakhir, menyebabkan aliran air di dasar waduk semakin deras sehingga membuat kotoran yang ada di dasar Jangari naik dan membawa racun pada ikan, hingga berujung kematian massal.
Saat ini ungkap dia, kematian ikan terus bertambah dan diperkirakan kerugian akan terus bertambah."Kejadian ratusan ton ikan mati sudah terjadi dalam tiga hari terakhir, sejak turun hujan," katanya.
Dia menjelaskan, upwelling kali ini tidak hanya menimpa ikan mas namun semua ikan yang dipelihara dalam kolam seperti ikan nila dan bawal yang biasanya cukup tahan dengan fenomena rutin setiap tahun itu.
Jumlah petani ikan yang kolamnya diterjang upwelling masih didata dan kemungkinan mencapai 100 orang. "Itu baru dari tiga blok, belum yang lain. Paling parah di Blok Maleber karena dekat muara," katanya.
Selama ini tutur dia, untuk menghindari terjadinya kematian ikan massal akibat upwelling, petani memanen ikan sebelum bulan November, namun tahun ini upwelling sudah terjadi di bulan September, sehingga petani tidak dapat berbuat banyak karena di luar perkiraan.
"Kematian ikan melanda hampir seluruh kolam milik petani di Blok Maleber, Ciputri dan Jatinengang. Sehingga kerugian yang diderita mencapai Rp6 miliar," katanya.
Untuk menekan angka kerugian petani berusaha menekan jumlah ikan yang mati dengan melakukan sistem blower atau menormalkan kembali sirkulasi air dengan menggunakan mesin perahu.
"Tapi lebih banyak petani memilih untuk melakukan panen dini, meskipun akibatnya harga ikan menjadi jatuh, biasanya ikan dijual Rp 15 ribu per kilogram, sekarang hanya Rp 6000 per kilogram daripada rugi lebih banyak," katanya.
"Untuk saat ini diperkirakan 300 ton ikan yang dipelihara petani mati akibat upwelling, pemicu terjadinya ketika cuaca ekstrem disertai turunnya hujan selama tiga hari terakhir," kata Aep Saepudin (42) pemilik kolam di Blok Jatinengang saat dihubungi Kamis.
Hujan yang terjadi beberapa hari terakhir, menyebabkan aliran air di dasar waduk semakin deras sehingga membuat kotoran yang ada di dasar Jangari naik dan membawa racun pada ikan, hingga berujung kematian massal.
Saat ini ungkap dia, kematian ikan terus bertambah dan diperkirakan kerugian akan terus bertambah."Kejadian ratusan ton ikan mati sudah terjadi dalam tiga hari terakhir, sejak turun hujan," katanya.
Dia menjelaskan, upwelling kali ini tidak hanya menimpa ikan mas namun semua ikan yang dipelihara dalam kolam seperti ikan nila dan bawal yang biasanya cukup tahan dengan fenomena rutin setiap tahun itu.
Jumlah petani ikan yang kolamnya diterjang upwelling masih didata dan kemungkinan mencapai 100 orang. "Itu baru dari tiga blok, belum yang lain. Paling parah di Blok Maleber karena dekat muara," katanya.
Selama ini tutur dia, untuk menghindari terjadinya kematian ikan massal akibat upwelling, petani memanen ikan sebelum bulan November, namun tahun ini upwelling sudah terjadi di bulan September, sehingga petani tidak dapat berbuat banyak karena di luar perkiraan.
"Kematian ikan melanda hampir seluruh kolam milik petani di Blok Maleber, Ciputri dan Jatinengang. Sehingga kerugian yang diderita mencapai Rp6 miliar," katanya.
Untuk menekan angka kerugian petani berusaha menekan jumlah ikan yang mati dengan melakukan sistem blower atau menormalkan kembali sirkulasi air dengan menggunakan mesin perahu.
"Tapi lebih banyak petani memilih untuk melakukan panen dini, meskipun akibatnya harga ikan menjadi jatuh, biasanya ikan dijual Rp 15 ribu per kilogram, sekarang hanya Rp 6000 per kilogram daripada rugi lebih banyak," katanya.
Pewarta: Ahmad Fikri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017
Tags: