AMAN: RUU masyarakat adat harapan penyelesaian konflik
27 September 2017 09:23 WIB
Aksi RUU Masyarakat Adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (24/1). Dalam aksi tersebut mereka mendesak kepada DPR dan Pemerintah untuk tidak menunda pembahasan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (PPHMA) agar masuk ke dalam daftar pembahasan Prolegnas Prioritas 2016. (ANTARA FOTO/Reno Esnir) ()
Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang kini memasuki tahap Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Badan Legislasi DPR menjadi harapan penyelesaian berbagai konflik terkait masyarakat adat di Indonesia.
"Ini momen kritikal di mana Undang-Undang (UU) Masyarakat Adat ini harus ada, karena selama ini ketiadaan kebijakan yang mengatur telah menimbulkan banyak masalah, baik bagi masyarakat maupun pemerintah," kata Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi di Jakarta, Rabu.
Menurut Rukka, pemerintahan baru memang memiliki niat baik dalam meyelesaikan persoalan terkait masyarakat adat, namun di lapangan banyak yang tidak bisa dilaksanakan.
Meski sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 yang menegaskan kembali bahwa Hutan Adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat adat, dan bukan lagi sebagai hutan negara. Hingga saat ini baru sekitar 13.000 hektare (ha) hutan adat yang diserahkan kembali ke masyarakat adat, dengan sekitar 5000 ha di antaranya masih pencadangan.
(Baca: Menteri LH pastikan pemerintah tindaklanjuti pengakuan hutan adat)
Penyerahan kembali wilayah-wilayah adat yang bahkan sudah berubah menjadi Hak Guna Usaha (HGU) menjadi tersendat dan rumit karena belum ada dasar hukum masyarakat adat, ujar Rukka.
"Jadi RUU Masyarakat Adat ini menjadi penting dan saat ini menjadi masa penentuan, apakah akan jadi UU atau tidak. Akan lebih runyam memang kalau sampai tidak ada, karenanya media juga perlu mengawal proses pembentukannya yang sampai ini sampai di Baleg DPR," lanjutnya.
Deputi II Sekjen AMAN untuk Bidang Advokasi Erasmus Cahyadi mengatakan UU ini nantinya harus menempatkan masyarakat adat sebagai subyek hukum. Ini penting agar hak asal-usul, hak atas hutan dan lahannya, kearifan lokal hingga kewajibannya terhadap negara sepenuhnya diakui di mata hukum.
Staf ahli Fraksi Nasdem khusus Baleg Emmanuel Tular mengatakan proses harmonisasi RUU Masyarakat adat sedang berlangsung. Setelah Rapat Dengar Pendapat Umum Baleg dengan AMAN pada 12 Agustus 2017, selanjutnya juga akan dilakukan dengan para ahli dari perguruan tinggi.
Sehingga ia berharap di akhir Oktober 2017, RUU Yang akan menentukan nasib masyarakat adat bisa dibawa ke Sidang Paripurna.
"Ini momen kritikal di mana Undang-Undang (UU) Masyarakat Adat ini harus ada, karena selama ini ketiadaan kebijakan yang mengatur telah menimbulkan banyak masalah, baik bagi masyarakat maupun pemerintah," kata Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi di Jakarta, Rabu.
Menurut Rukka, pemerintahan baru memang memiliki niat baik dalam meyelesaikan persoalan terkait masyarakat adat, namun di lapangan banyak yang tidak bisa dilaksanakan.
Meski sudah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 yang menegaskan kembali bahwa Hutan Adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat adat, dan bukan lagi sebagai hutan negara. Hingga saat ini baru sekitar 13.000 hektare (ha) hutan adat yang diserahkan kembali ke masyarakat adat, dengan sekitar 5000 ha di antaranya masih pencadangan.
(Baca: Menteri LH pastikan pemerintah tindaklanjuti pengakuan hutan adat)
Penyerahan kembali wilayah-wilayah adat yang bahkan sudah berubah menjadi Hak Guna Usaha (HGU) menjadi tersendat dan rumit karena belum ada dasar hukum masyarakat adat, ujar Rukka.
"Jadi RUU Masyarakat Adat ini menjadi penting dan saat ini menjadi masa penentuan, apakah akan jadi UU atau tidak. Akan lebih runyam memang kalau sampai tidak ada, karenanya media juga perlu mengawal proses pembentukannya yang sampai ini sampai di Baleg DPR," lanjutnya.
Deputi II Sekjen AMAN untuk Bidang Advokasi Erasmus Cahyadi mengatakan UU ini nantinya harus menempatkan masyarakat adat sebagai subyek hukum. Ini penting agar hak asal-usul, hak atas hutan dan lahannya, kearifan lokal hingga kewajibannya terhadap negara sepenuhnya diakui di mata hukum.
Staf ahli Fraksi Nasdem khusus Baleg Emmanuel Tular mengatakan proses harmonisasi RUU Masyarakat adat sedang berlangsung. Setelah Rapat Dengar Pendapat Umum Baleg dengan AMAN pada 12 Agustus 2017, selanjutnya juga akan dilakukan dengan para ahli dari perguruan tinggi.
Sehingga ia berharap di akhir Oktober 2017, RUU Yang akan menentukan nasib masyarakat adat bisa dibawa ke Sidang Paripurna.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017
Tags: