Pengacara Setya Novanto bawa 30 bukti pada praperadilan
25 September 2017 17:15 WIB
Petugas memeriksa barang bukti dalam sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (25/9/2017). Dalam sidang lanjutan tersebut, KPK menyerahkan sebanyak 193 dokumen barang bukti terkait penetapan status tersangka kepada Setya Novanto. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Tim Kuasa Hukum Setya Novanto membawa sekitar 30 bukti dokumen pada lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR RI itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
"Kami membawa sekitar tiga puluh bukti karena kami masih mengumpulkan beberapa bukti lagi untuk kami sampaikan," kata Ketut Mulya Arsana, anggota tim kuasa hukum Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pemberian bukti dari pihak pemohon dan termohon.
Selain itu, pihaknya juga akan menghadirkan empat atau lima ahli dalam sidang praperadilan tersebut.
"Mungkin empat atau lima. Yang jelas pasti pakar hukum pidana, administrasi negara. Itu saja," kata Ketut.
Ia pun menyatakan bahwa pihaknya optimis terkait praperadilan tersebut.
"Semua kuasa hukum pasti optimis, termohon atau pemohon akan memiliki niat sama untuk memenangkan satu kasus. Cuma kan pada akhirnya tergantung pada hakim tunggalnya yang akan memutuskan," ucap Ketut.
Sementara itu, dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa 193 bukti dokumen.
Dalam 193 bukti yang dibawa itu, terdapat akta perjanjian, surat tentang pembayaran, termin-termin pembayaran, dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Kami membawa sekitar tiga puluh bukti karena kami masih mengumpulkan beberapa bukti lagi untuk kami sampaikan," kata Ketut Mulya Arsana, anggota tim kuasa hukum Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pemberian bukti dari pihak pemohon dan termohon.
Selain itu, pihaknya juga akan menghadirkan empat atau lima ahli dalam sidang praperadilan tersebut.
"Mungkin empat atau lima. Yang jelas pasti pakar hukum pidana, administrasi negara. Itu saja," kata Ketut.
Ia pun menyatakan bahwa pihaknya optimis terkait praperadilan tersebut.
"Semua kuasa hukum pasti optimis, termohon atau pemohon akan memiliki niat sama untuk memenangkan satu kasus. Cuma kan pada akhirnya tergantung pada hakim tunggalnya yang akan memutuskan," ucap Ketut.
Sementara itu, dari pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa 193 bukti dokumen.
Dalam 193 bukti yang dibawa itu, terdapat akta perjanjian, surat tentang pembayaran, termin-termin pembayaran, dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017
Tags: