Jakarta (ANTARA News) - Rapat Pimpinan DPR pada Senin (25/9) membahas dua opsi terkait surat Panitia Khusus Hak Angket tentang Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta konsultasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melaporkan hasil kerja, kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

"Hari ini baru bisa dilakukan Rapat Pimpinan, dan ada dua pendapat, yaitu surat langsung dikirim ke Istana atau menunggu kerja Pansus selesai," kata Fahri di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan Rapim DPR akan memberikan pertimbangan apakah hasil kerja Pansus dibawa ke Presiden atau cukup dipaparkan di dalam Rapat Paripurna DPR.

Namun, Fahri menilai lebih baik hasil investigasi dari Pansus dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk dilaporkan.

"Saya kira laporannya nanti saja kalau sudah selesai. Intinya biarkan Pansus melaporkan dahulu hasil kinerjanya di dalam Rapat Paripurna DPR," ujarnya.

Fahri mengatakan terkait perlu tidaknya perpanjangan masa kerja Pansus, akan diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR.

Menurut dia, saat ini akan dibahas surat menyurat antara Pansus dengan Pimpinan DPR tentang perlu tidaknya rapat konsultasi dengan Presiden Jokowi.

"Tapi, kalau rapim memutuskan, ya kita akan kirim. Kita akan menunggu jawaban kelembagaan dari Presiden," katanya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan kemungkinan Rapim DPR juga akan membahas mengenai pernyataan Presiden Joko Widodo yang tidak mau ikut campur terkait apa yang terjadi di Pansus Angket.

Dia mengatakan kalau sudah ada pernyataan Presiden seperti itu, maka ketika ada permintaan bertemu dari Pansus, bisa jadi belum tentu dijadwalkan oleh pemerintah.

Pansus Angket DPR mengenai KPK mengungkapkan keinginannya untuk bertemu Presiden Jokowi guna berkonsultasi terkait temuan-temuan yang diperolehnya selama sekitar 60 hari masa kerja.

Pimpinan Pansus pun sudah mengirimkan surat kepada Pimpinan DPR agar dapat memfasilitasi permintaannya tersebut.

Namun, Presiden Jokowi bersikap tegas menanggapi rencana tersebut bahwa hal itu tidak masuk wewenang atau domainnya.

"Itu wilayahnya Dewan Perwakilan Rakyat, kasusnya di wilayah DPR," ujar Presiden Jokowi di Jakarta, Rabu (20/9).

Presiden menegaskan bahwa semua harus tahu domain atau wewenang masing-masing sehingga jika hal tersebut merupakan kewenangan legislatif, maka dirinya tidak perlu terlibat.