Sutiyoso Berharap Insiden Sydney-nya Jadi Cambuk Nasionalisme
6 Juni 2007 23:35 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Sutiyoso, berharap insiden yang menimpa dirinya sebagai pejabat negara di Sydney, negara bagian New South Wales (NSW), Australia, pada 29 Mei 2007 menjadi cambuk untuk meningkatkan nasionalime bangsa Indonesia dalam menghadapi pelecehan di negara lain.
"Sikap detektif Australia yang langsung menginterograsi saya di kamar hotel di Sidney adalah tindakan arogan dan pelecehan sebagai tamu resmi pimpinan NSW," katanya di Jakarta, Rabu.
Dalam Dialog Soal Insiden Sydney dengan jajaran DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Sutiyoso menegaskan, dirinya ke Sydney atas undangan resmi sebagai tamu negara Premier NSW Morris Iemma, guna membicarakan kerja sama "kota kembar" Jakarta-Sydney.
Ia akhirnya memutuskan untuk pulang lebih cepat ke Indonesia keesokan harinya dengan meminta pemerintah NSW untuk meminta maaf dan memeriksa detektif yang telah mempermalukannya.
Ia mengatakan, tindakan detektif yang menginterograsi dan memberikan surat pemanggilan pengadilan sebagai saksi tentang kasus tewasnya lima wartawan Australia pada 1975 di Balibo Timtim, adalah tidak relevan, karena dirinya tidak pernah bertugas di Balibo, Timtim pada 1975.
Sutiyoso menyambut baik reaksi spontan dari Ketua DPR, DPD, Presiden, tokoh masyarakat dan ormas termasuk KNPI yang mengecam keras tindakan aparat Australia yang melecehkan Gubernur DKI saat melakukan kunjungan resmi ke negara Kanguru tersebut.
Dia berharap, sikap spontan protes terhadap Australia menjadi cambuk untuk meningkatkan sikap nasionalime khsususnya menghadapi pelecehan bangsa Indonesia oleh bangsa lain, seperti kasus penyiksaan TKI dan pelanggaran garis batas kedaulatan wilayah RI.
Sutiyoso menerima permintaan maaf secara tertulis Premier (kepala pemerintahan) NSW, Morris Iemma melalui Dubes Australia di Indonesia Bill Farmer pada (31/5) dan Iemma berjanji akan berkunjung ke Jakarta (22/6) guna membicarakan kerjasama antara dua kota itu. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007
Tags: