China yakin KA Cepat Jakarta-Bandung sesuai jadwal
23 September 2017 02:07 WIB
Pengunjung melihat miniatur kereta cepat PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) pada stan Pameran Indonesia Business and Development (IBDExpo 2017) Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (22/9/2017). Pembebasan lahan proyek kereta api cepat baru mencapai 54,5% dan selesai tiga bulan mendatang seiring diterbitkannya penetapan lokasi (penlok) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Bernadeta Victoria)
Beijing (ANTARA News) - China Railway Group Limited (CREC) berkeyakinan bahwa pembangunan proyek infrastruktur Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung akan selesai sesuai jadwal pada akhir 2019, meskipun hingga kini masih berada pada tahap pembebasan lahan.
"Proyeknya terus berjalan sesuai jadwal dan sesuai harapan pemerintah kedua negara. Tahun ini kami memang fokus pada pembebasan lahan sebagai tahap persiapan konstruksi," kata Direktur Departemen Bisnis Asia CREC Li Jianping saat menerima kunjungan wartawan dari Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Beijing, China, Jumat (22/9).
Sebelumnya, Wakil Presiden RI M. Jusuf Kalla mendorong badan usaha milik negara di Indonesia dan China yang tergabung dalam konsorsium PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) agar segera menuntaskan hambatan pembebasan lahan agar pembangunan proyek senilai 6,07 miliar dolar Amerika Serikat (AS) itu dapat segera dilaksanakan.
"Pembebasan lahan itu masalah pokok, tinggal masalah berapa kilometer sehingga itu bisa dimulai," tutur Wapres akhir Agustus lalu.
Sementara itu, menurut Jianping, pemerintah Indonesia pun telah berperan lebih aktif untuk menyelesaikan isu yang kerap menjadi hambatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
"Semua berjalan lancar, kami sudah melakukan banyak negosiasi dengan beragam detail yang didiskusikan baik pada level pemerintah maupun investor," katanya.
Selain proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, CREC juga sedang menjajaki dua proyek pembangunan infrastuktur kereta api untuk menghubungkan area tambang batu bara dan pelabuhan.
Kerja sama bisnis untuk dua proyek yang berada di Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan itu masih menginjak tahap negosiasi meskipun inisiatifnya telah dimulai sekitar enam hingga delapan tahun lalu.
"Kendalanya terletak pada data volume reserve perusahaan tambang yang belum siap diperiksa oleh auditor. Kami perlu memastikan hal tersebut sebelum melanjutkan ke proses penentuan model bisnis," kata Jianping.
Perusahaan yang memperoleh peringkat 57 versi Fortune Global 500 pada 2016 itu juga mulai membidik bisnis real estate di Indonesia dengan rencana pembangunan hunian bertingkat di kawasan Jakarta Selatan.
"Proyeknya terus berjalan sesuai jadwal dan sesuai harapan pemerintah kedua negara. Tahun ini kami memang fokus pada pembebasan lahan sebagai tahap persiapan konstruksi," kata Direktur Departemen Bisnis Asia CREC Li Jianping saat menerima kunjungan wartawan dari Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Beijing, China, Jumat (22/9).
Sebelumnya, Wakil Presiden RI M. Jusuf Kalla mendorong badan usaha milik negara di Indonesia dan China yang tergabung dalam konsorsium PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) agar segera menuntaskan hambatan pembebasan lahan agar pembangunan proyek senilai 6,07 miliar dolar Amerika Serikat (AS) itu dapat segera dilaksanakan.
"Pembebasan lahan itu masalah pokok, tinggal masalah berapa kilometer sehingga itu bisa dimulai," tutur Wapres akhir Agustus lalu.
Sementara itu, menurut Jianping, pemerintah Indonesia pun telah berperan lebih aktif untuk menyelesaikan isu yang kerap menjadi hambatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
"Semua berjalan lancar, kami sudah melakukan banyak negosiasi dengan beragam detail yang didiskusikan baik pada level pemerintah maupun investor," katanya.
Selain proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, CREC juga sedang menjajaki dua proyek pembangunan infrastuktur kereta api untuk menghubungkan area tambang batu bara dan pelabuhan.
Kerja sama bisnis untuk dua proyek yang berada di Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan itu masih menginjak tahap negosiasi meskipun inisiatifnya telah dimulai sekitar enam hingga delapan tahun lalu.
"Kendalanya terletak pada data volume reserve perusahaan tambang yang belum siap diperiksa oleh auditor. Kami perlu memastikan hal tersebut sebelum melanjutkan ke proses penentuan model bisnis," kata Jianping.
Perusahaan yang memperoleh peringkat 57 versi Fortune Global 500 pada 2016 itu juga mulai membidik bisnis real estate di Indonesia dengan rencana pembangunan hunian bertingkat di kawasan Jakarta Selatan.
Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017
Tags: