Slamet Rahardjo belajar kehidupan dari Teguh Karya
22 September 2017 23:56 WIB
Aktor senior Slamet Rahardjo (kiri), bersama Aktris senior Christine Hakim (kedua kiri), Penulis Seno Gumira Ajidarma (kedua kanan), Sutradara Film dan Penulis Skenario Wregas Bhanuteja (kanan), dan moderator Ifan Ismail (tengah) berbicara dalam diskusi di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta, Jumat (22/9). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Jakarta (ANTARA News) - Aktor senior yang memulai kariernya pada 1968 lewat teater Slamet Raharjo mengaku belajar tentang kehidupan dari praktisi seni peran berpengaruh di Indonesia Teguh Karya.
"Yang tidak bisa dilupakan dia memberi sebuah keyakinan selamat kalau berlajar tentang teater atau film sedang belajar tentang kehidupan," ujar dia ditemui dalam diskusi bertajuk "Setelah Teguh Karya" di Jakarta, Jumat malam.
Slamet menuturkan belajar mengenali kehidupan sehingga bisa berkarya di atas institusi kehidupan dan menghasilkan film-film bermutu.
Film yang jelek, menurut dia, tidak memancarkan tentang masalah kehidupan.
Dari Teguh Karya, Slamet juga belajar selama menjadi aktor tanpa orang lain dirinya bukan apa-apa.
"Kerendahan hati didapat dari Teguh Karya tidak membiarkan mendadak instan, jadi ada keinginan mencapai sesuatu," tutur peraih penghargaan FFI itu.
Teguh Karya dinilainya merupakan orang yang tidak percaya pada hal yang instan dan mendadak, melainkan sangat percaya pada proses karena bagi seniman, mempelajari seni itu adalah sebuah proses.
"Karya yang paling berkesan itu proses kreatifnya, kalau karyanya tinggal beli karcis nonton selesai. Proses kreatifnya Teguh Karya, dia orang yang tidak pernah lelah untuk membuat persiapan," tutur dia.
Slamet mencontohkan persiapan hingga ia boleh menyutradarai teater memakan waktu selama 3-5 tahun dan diperbolehkan menjadi sutradara film setelah 10 tahun menjadi asisten Teguh Karya.
"Yang tidak bisa dilupakan dia memberi sebuah keyakinan selamat kalau berlajar tentang teater atau film sedang belajar tentang kehidupan," ujar dia ditemui dalam diskusi bertajuk "Setelah Teguh Karya" di Jakarta, Jumat malam.
Slamet menuturkan belajar mengenali kehidupan sehingga bisa berkarya di atas institusi kehidupan dan menghasilkan film-film bermutu.
Film yang jelek, menurut dia, tidak memancarkan tentang masalah kehidupan.
Dari Teguh Karya, Slamet juga belajar selama menjadi aktor tanpa orang lain dirinya bukan apa-apa.
"Kerendahan hati didapat dari Teguh Karya tidak membiarkan mendadak instan, jadi ada keinginan mencapai sesuatu," tutur peraih penghargaan FFI itu.
Teguh Karya dinilainya merupakan orang yang tidak percaya pada hal yang instan dan mendadak, melainkan sangat percaya pada proses karena bagi seniman, mempelajari seni itu adalah sebuah proses.
"Karya yang paling berkesan itu proses kreatifnya, kalau karyanya tinggal beli karcis nonton selesai. Proses kreatifnya Teguh Karya, dia orang yang tidak pernah lelah untuk membuat persiapan," tutur dia.
Slamet mencontohkan persiapan hingga ia boleh menyutradarai teater memakan waktu selama 3-5 tahun dan diperbolehkan menjadi sutradara film setelah 10 tahun menjadi asisten Teguh Karya.
Pewarta: Dyah Dwi A
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017
Tags: