Pemerintah harus proaktif tuntaskan kasus Caledonia Sky
17 September 2017 20:07 WIB
Petugas PT Pelindo II melihat dari dekat kapal pesiar MV. Caledonia Sky yang bersandar di Terminal Kontainer, Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat, Rabu (19/10/2016). Kapal pesiar berbendera Nassau, Bahammas tersebut bersandar di Teluk Bayur membawa 92 wisatawan mancanegara berkebangsaan Eropa untuk menikmati objek wisata di propinsi itu. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu lebih proaktif dalam menyelesaikan kasus kapal pesiar MV Caledona Sky yang enam bulan lalu terdampar dan merusak terumbu karang di kawasan perairan Raja Ampat, Papua Barat.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia, Moh Abdi Suhufan, di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia mesti lebih proaktif dan lebih keras memberi tekanan kepada kepada pemilik kapal atau negara asal kapal, agar kasus ini segera diselesaikan dan tidak berlarut-larut.
"Kementerian Koordinator Maritim yang sejak awal memimpin tim penyelesaian insiden ini, harus lebih proaktif dan memberi batas waktu kepada pihak MV Caledonia Sky agar bisa menyelesaikan ganti rugi kepada pihak Indonesia dan masyarakat Raja Ampat," kata Suhufan.
Menurut dia, setelah enam bulan insiden tabrak karang oleh kapal pesiar asal Inggris MV Caledonia Sky di perairan Raja Ampat, upaya penyelesaian dan ganti rugi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia belum menunjukkan perkembangan nyata.
Ia memaparkan bahwa insiden tabrak karang kapal Caledonia Sky yang terjadi pada Maret 2017 lalu, telah menimbulkan kerusakan karang hingga sebesar 18.882 meter persegi.
"Seperti diketahui, pemerintah Indonesia dan pihak kapal MV Caledonia Sky memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Lambatnya penyelesaian ganti rugi tabrak karang oleh MV Caledonia Sky merupakan bukti bahwa Indonesia belum peduli atau tidak punya kekuatan terhadap pelanggaran lingkungan laut yang dilakukan oleh korporasi apalagi itu korporasi asing," katanya lagi.
Berdasarkan penelusuran DFW-Indonesia terhadap kasus ini, ujarnya pula, pemerintah telah melakukan kajian terkait tiga aspek kerusakan dan restorasi yang kelak akan dilakukan.
Ketiga hal tersebut adalah mengenai tingkat kerusakan biota laut, kerugian berdasarkan ekonomi masyarakat dan pemerintah daerah serta restorasi dan pemulihan atas tingkat kerusakan yang terjadi.
Dari segi kajian dan justifikasi, lanjutnya, pemerintah Indonesia dinilai telah mempunyai bahan yang cukup, tinggal proses negosiasi, diplomasi dan keberanian menyampaikan hal tersebut di forum penyelesaian ganti rugi.
Sebelumnya, pemerintah terus mendorong pihak asuransi agar dapat mengganti biaya kerusakan akibat kapal MV Caledonia Sky yang diketahui telah merusak terumbu karang di kawasan perairan Raja Ampat, Papua Barat, Maret 2017.
"Intinya dari asuransi belum bisa menerima," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Poerwadi, Jumat (8/9).
Menurut dia, pihaknya terus menyiapkan data-data yang diperlukan untuk tahapan proses selanjutnya.
Dia juga mengemukakan, koordinasi untuk hal ini berada di Kemenko Kemaritiman.
Setelah peristiwa MV Caledonian Sky yang membawa 102 turis dan 79 anak buah kapal (ABK) itu terdampar dan merusak terumbu karang Raja Ampat, terkuak di media sosial dan diperbincangkan di tengah masyarakat. Sejumlah pihak juga bereaksi dan menyatakan kesedihan dan kegeramannya.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia, Moh Abdi Suhufan, di Jakarta, Minggu, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia mesti lebih proaktif dan lebih keras memberi tekanan kepada kepada pemilik kapal atau negara asal kapal, agar kasus ini segera diselesaikan dan tidak berlarut-larut.
"Kementerian Koordinator Maritim yang sejak awal memimpin tim penyelesaian insiden ini, harus lebih proaktif dan memberi batas waktu kepada pihak MV Caledonia Sky agar bisa menyelesaikan ganti rugi kepada pihak Indonesia dan masyarakat Raja Ampat," kata Suhufan.
Menurut dia, setelah enam bulan insiden tabrak karang oleh kapal pesiar asal Inggris MV Caledonia Sky di perairan Raja Ampat, upaya penyelesaian dan ganti rugi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia belum menunjukkan perkembangan nyata.
Ia memaparkan bahwa insiden tabrak karang kapal Caledonia Sky yang terjadi pada Maret 2017 lalu, telah menimbulkan kerusakan karang hingga sebesar 18.882 meter persegi.
"Seperti diketahui, pemerintah Indonesia dan pihak kapal MV Caledonia Sky memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Lambatnya penyelesaian ganti rugi tabrak karang oleh MV Caledonia Sky merupakan bukti bahwa Indonesia belum peduli atau tidak punya kekuatan terhadap pelanggaran lingkungan laut yang dilakukan oleh korporasi apalagi itu korporasi asing," katanya lagi.
Berdasarkan penelusuran DFW-Indonesia terhadap kasus ini, ujarnya pula, pemerintah telah melakukan kajian terkait tiga aspek kerusakan dan restorasi yang kelak akan dilakukan.
Ketiga hal tersebut adalah mengenai tingkat kerusakan biota laut, kerugian berdasarkan ekonomi masyarakat dan pemerintah daerah serta restorasi dan pemulihan atas tingkat kerusakan yang terjadi.
Dari segi kajian dan justifikasi, lanjutnya, pemerintah Indonesia dinilai telah mempunyai bahan yang cukup, tinggal proses negosiasi, diplomasi dan keberanian menyampaikan hal tersebut di forum penyelesaian ganti rugi.
Sebelumnya, pemerintah terus mendorong pihak asuransi agar dapat mengganti biaya kerusakan akibat kapal MV Caledonia Sky yang diketahui telah merusak terumbu karang di kawasan perairan Raja Ampat, Papua Barat, Maret 2017.
"Intinya dari asuransi belum bisa menerima," kata Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Poerwadi, Jumat (8/9).
Menurut dia, pihaknya terus menyiapkan data-data yang diperlukan untuk tahapan proses selanjutnya.
Dia juga mengemukakan, koordinasi untuk hal ini berada di Kemenko Kemaritiman.
Setelah peristiwa MV Caledonian Sky yang membawa 102 turis dan 79 anak buah kapal (ABK) itu terdampar dan merusak terumbu karang Raja Ampat, terkuak di media sosial dan diperbincangkan di tengah masyarakat. Sejumlah pihak juga bereaksi dan menyatakan kesedihan dan kegeramannya.
Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017
Tags: