Jakarta (ANTARA News) - Solidaritas untuk Rohingnya hendaknya tidak dicemari dengan sikap atau tindakan yang justru bisa merusak kebinekaan Indonesia, kata Direktur Eksekutif Indonesian Conference in Religion and Peace (ICRP) Muhammad Monib.

Solidaritas yang sempit justru akan membenturkan masyarakat dan menimbulkan persoalan baru di dalam negeri, kata Monib di Jakarta, Jumat.

"Dalam kasus Rohingya ini kita tidak perlu memusuhi umat-umat lain yang ada di Indonesia karena kejadian ini bukan persoalan negara kita dan sangat berbahaya terhadap cara kita berbangsa yang majemuk," kata Monib.

Menurut dia, cara pandang yang efektif dalam menyikapi konflik tanpa menimbulkan sekat ideologis dan identitas masyarakat yang dapat merusak kebinekaan bangsa adalah solidaritas kemanusiaan.

"Hal paling penting yang bisa dilakukan masyarakat adalah aksi nyata semisal bantuan riil terhadap Muslim Rohingya yang terdapat di penampungan," kata dia.

Selain itu, penting juga untuk mendorong keterlibatan pemerintah dan lembaga internasional seperti PBB, OKI, dan ASEAN agar mengambil peran lebih terukur, lebih terlihat, dan lebih nyata dalam kerja diplomatik.

"Rasanya tak akan selesai persoalan apabila hanya dengan pola-pola pendekatan teriakan dan mengorbankan sentimen keagamaan," kata dia.

Ia mengatakan potensi radikal, fanatik, dan ekstremis ada pada pemeluk semua agama. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa tindakan individu tidak bisa mewakili ajaran agama dan pandangan mayoritas umat yang lain.

Selain itu, kata dia, ada juga pihak yang menjadikan sentimen agama sebagai sarana untuk meraih keuntungan. Ini harus diwaspadai oleh masyarakat agar tidak mudah terpancing.

"Rendahnya pemahaman terhadap masalah dan rendahnya kualitas tabayyun atau klarifikasi menyebabkan banyak golongan yang memperoleh keuntungan politik dengan menggunakan instrumen agama," ujar Monib.