Surabaya (ANTARA News) - Sineas senior, Slamet Rahardjo Djarot, melalui Teater Populer menyembahkan lakon teater berjudul "Jolalilo" untuk Festival Seni Surabaya (FSS) 2007 di Balai Pemuda Surabaya, Kamis (7/6). Slamet yang ditemui ANTARA News di sela-sela meninjau panggung dan persiapan pementasan di Surabaya, Selasa, mengemukakan bahwa lakon yang akan disuguhkan nanti merupakan kisah komedia tentang manusia yang gampang lupa. "'Jolalilo' merupakan ungkapan sikap saya atas kondisi masyarakat kita dewasa ini yang mengidap penyakit mudah lupa pada musibah dan berkah yang dialami, sehingga tidak mampu mengambil hikmah," kata adik kandung Eros Djarot itu. Menurut dia, gampang lupa merupakan bentukan dari sebuah kebiasaan melihat setiap masalah secara selintas dan tidak mendalam. Kebiasaan itu telah meluas di kalangan masyarakat sehingga mereka kehilangan kewaspadaan dalam menghadapi berbagai bencana. "Kesalahan sebelumnya selalu terulang dan akibatnya bencana demi bencana terulang dan akibatnya bencana demi bencana yang datang, kita tidak tidak siap dan selalu terlambat menghadapinya," katanya. Dikatakannya, karena pelupa itu pula, maka bencana datang berulang-ulang dan berkali-kali pula kita menjadi pecundang. Karenanya tingkah polah manusia yang tidak siap menghadapi masalah melahirkan tindakan yang lucu. "Kelucuan itu melahirkan sebuah kisah komedi pahit tentang kehidupan anak-anak manusia," katanya. Menurut Slamet, dalam pementasan "Jolalilo" ini peman-pemainnya terdiri atas aktor amatir yang datang dari berbagai lapisan sosial, sedangkan pemain profesional hanya berfungsi sebagai inspirator, motivator dan dinamisator. Naskah yang dibuat sendiri oleh Slamet itu dimainkan oleh pemain utama Hendro Susanto sebagai Jola, Slamet Rahardjo menjadi Lilo dan Soedarsono Esthu sebagai dalang. Mereka juga dibantu oleh sejumlah pemain pendukung yang disebutnya sebagai "para pelupa". Untuk properti pementasan, seperti kursi yang jumlah mencapai 13 unit, Slamet tidak membawanya dari Jakarta, melainkan dibuat khusus di Surabaya. Kursi-kursi kayu itu dibuat tukang di halaman sekretariat Dewan Kesenian Surabaya (DKS). (*)