Satya Yudha: perlu diperjelas capaian target SDGs
8 September 2017 13:32 WIB
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha saat menjadi pembicara dalam sesi pertama Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (World Parliamentary Forum on Sustainable Development) di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Rabu (6/9).
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengungkapkan perlunya diperjelas capaian target-target pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) terutama soal pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
"Kebijakan pembangunan berkelanjutan yang sudah digadang-gadang dalam satu dekade ini jangan hanya sampai pada tataran wacana semata. Harus ada dukungan konkret dari dari semua pihak untuk bisa mewujudkan target-target pembangunan berkelanjutan SDGs di masa depan," katanya saat menjadi pembicara dalam sesi pertama Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (World Parliamentary Forum on Sustainable Development) di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung Bali, Rabu (6/9).
Dalam rilisnya di Jakarta, Jumat, Satya secara tegas menyatakan SDGs harus menjadi komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan, sehingga bisa diimplementasikan secara nyata dalam proses pembangunan.
DPR, lanjutnya, mendukung langkah-langkah strategis dalam upaya mencapai SDGs tersebut melalui aksi-aksi nyata di lapangan.
"Pemerintah dan DPR sama-sama berkomitmen mengintegrasikan SDGs tersebut ke dalam aksi nasional dan aksi-aksi berbasis lokal yang bersifat lintas sektoral. Ini menjadi kepentingan bersama semua pihak dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di masa depan," ujarnya.
Di sisi lain, Satya yang juga Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR tersebut menyebutkan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan adalah menyangkut perubahan iklim.
Sebab, tambahnya, perubahan iklim akan menjadi ancaman serius bagi bangsa-bangsa di dunia jika tidak dari sekarang melakukan langkah-langkah strategis untuk mengantisipasinya.
"Isu perubahan iklim menjadi sangat penting bagi Indonesia saat ini. Oleh karena itu, orientasi kebijakan ke depan harus mampu melawan perubahan iklim dan dampaknya bagi masyarakat. Target NDC (nationally determined contribution) yang ada dalam Perjanjian Paris 2015 harus diarahkan juga untuk industri-industri SME (small and medium enterprise) serta mencerminkan kerangka kerja sebagaimana SDGs Nomer 13 tersebut," jelasnya.
Lebih lanjut, Satya menambahkan bahwa penerapan "circular economy" yang bebas sampah buangan dalam segala tingkatan industri juga sangat membantu target NDC tersebut.
Di samping itu, menurut dia, tidak kalah penting juga adalah perlunya mengingatkan kepada negara-negara donor yang mendukung aksi perubahan iklim di Indonesia untuk memberikan bantuan pendampingan institusi dan jangan berdasarkan capaian atau based on performance.
"DPR mendorong agar syarat untuk bantuan dana internasional tidak secara mutlak berbasis performa, tetapi harus membuka ruang untuk pemberian bantuan di muka yang diawasi dengan ketat. Hal ini pernah saya sampaikan langsung dalam pertemuan dengan parlemen Norwegia dalam suatu kesempatan. Norwegia adalah salah satu negara yang berkomitmen penuh untuk mendanai aksi perubahan iklim di Indonesia," kata politisi Partai Golkar ini.
Mengingat masih minimnya anggaran untuk merealisasikan aksi nasional perubahan iklim yang didanai APBN, Satya menyarankan semua pihak menunjukkan keseriusan melaksanakan komitmen Perjanjian Paris 2015 yang salah satunya menyebutkan penurunan suhu di bumi sebesar 1,5 derajat celcius.
Estimasi pendanaan Indonesia untuk mitigasi perubahan iklim diperkirakan mencapai Rp37,8 triliun.
"Kita harus mampu meyakinkan negara-negara donor tersebut untuk berkomitmen membantu aksi perubahan iklim di Indonesia. Kita cukup optimis mendapat kepercayaan mereka, maka kita bisa mengurangi emisi GRK mencapai 41 persen dari target 29 persen sebelumnya," kata Satya.
"Kebijakan pembangunan berkelanjutan yang sudah digadang-gadang dalam satu dekade ini jangan hanya sampai pada tataran wacana semata. Harus ada dukungan konkret dari dari semua pihak untuk bisa mewujudkan target-target pembangunan berkelanjutan SDGs di masa depan," katanya saat menjadi pembicara dalam sesi pertama Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (World Parliamentary Forum on Sustainable Development) di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung Bali, Rabu (6/9).
Dalam rilisnya di Jakarta, Jumat, Satya secara tegas menyatakan SDGs harus menjadi komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan, sehingga bisa diimplementasikan secara nyata dalam proses pembangunan.
DPR, lanjutnya, mendukung langkah-langkah strategis dalam upaya mencapai SDGs tersebut melalui aksi-aksi nyata di lapangan.
"Pemerintah dan DPR sama-sama berkomitmen mengintegrasikan SDGs tersebut ke dalam aksi nasional dan aksi-aksi berbasis lokal yang bersifat lintas sektoral. Ini menjadi kepentingan bersama semua pihak dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di masa depan," ujarnya.
Di sisi lain, Satya yang juga Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR tersebut menyebutkan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan adalah menyangkut perubahan iklim.
Sebab, tambahnya, perubahan iklim akan menjadi ancaman serius bagi bangsa-bangsa di dunia jika tidak dari sekarang melakukan langkah-langkah strategis untuk mengantisipasinya.
"Isu perubahan iklim menjadi sangat penting bagi Indonesia saat ini. Oleh karena itu, orientasi kebijakan ke depan harus mampu melawan perubahan iklim dan dampaknya bagi masyarakat. Target NDC (nationally determined contribution) yang ada dalam Perjanjian Paris 2015 harus diarahkan juga untuk industri-industri SME (small and medium enterprise) serta mencerminkan kerangka kerja sebagaimana SDGs Nomer 13 tersebut," jelasnya.
Lebih lanjut, Satya menambahkan bahwa penerapan "circular economy" yang bebas sampah buangan dalam segala tingkatan industri juga sangat membantu target NDC tersebut.
Di samping itu, menurut dia, tidak kalah penting juga adalah perlunya mengingatkan kepada negara-negara donor yang mendukung aksi perubahan iklim di Indonesia untuk memberikan bantuan pendampingan institusi dan jangan berdasarkan capaian atau based on performance.
"DPR mendorong agar syarat untuk bantuan dana internasional tidak secara mutlak berbasis performa, tetapi harus membuka ruang untuk pemberian bantuan di muka yang diawasi dengan ketat. Hal ini pernah saya sampaikan langsung dalam pertemuan dengan parlemen Norwegia dalam suatu kesempatan. Norwegia adalah salah satu negara yang berkomitmen penuh untuk mendanai aksi perubahan iklim di Indonesia," kata politisi Partai Golkar ini.
Mengingat masih minimnya anggaran untuk merealisasikan aksi nasional perubahan iklim yang didanai APBN, Satya menyarankan semua pihak menunjukkan keseriusan melaksanakan komitmen Perjanjian Paris 2015 yang salah satunya menyebutkan penurunan suhu di bumi sebesar 1,5 derajat celcius.
Estimasi pendanaan Indonesia untuk mitigasi perubahan iklim diperkirakan mencapai Rp37,8 triliun.
"Kita harus mampu meyakinkan negara-negara donor tersebut untuk berkomitmen membantu aksi perubahan iklim di Indonesia. Kita cukup optimis mendapat kepercayaan mereka, maka kita bisa mengurangi emisi GRK mencapai 41 persen dari target 29 persen sebelumnya," kata Satya.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017
Tags: