Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) menilai bahwa penetapan tersangka korporasi dengan mengacu pada peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana menjadi ancaman dan risiko bagi pelaku pasar modal.

"Ini berpotensi jadi ancaman. Apalagi saat ini banyak perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang berurusan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," kata Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Isaka Yoga di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pelaku pasar saat ini mengaku belum mengetahui secara jelas, korporasi seperti apa yang dapat dijadikan tersangka oleh KPK.

"Ini suatu yang baru dan kami belum disosialisasikan, definisi tersangka itu seperti apa, lalu yang mewakili di pengadilan itu siapa, hukumannya apa," ujar Isaka Yoga

Kecemasan di kalangan investor ini, lanjut Isaka, sangat menjadi perhatian AEI. Jangan sampai, investor yang tidak mengetahui apa-apa dirugikan.

"KPK maupun dari lembaga pemerintah apa saja, harus bisa menjelaskan bagaimana korporasi bisa menjadi tersangka karena perusahaan itu benda mati, yang menjalankan itu orang. Apalagi kami perusahaan publik yang terdiri dari banyak investor," katanya.

Menurutnya, paktik yang terjadi di banyak negara, jika perusahaan melakukan pelanggaran maka hanya dikenakan denda.

"Kalau di sini kami belum tahu sama sekali dan belum ada bayangan, karena belum ada sosialisasinya," katanya.

Apalagi, kata dia, sebagai perusahaan publik, pengawasannya sangat ketat, mulai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun oleh BEI.

"Selama memenuh ketentuan itu dan melakukan good corporate governance, saya rasa aman mestinya," ujar Isaka.


(T.E008/Y008)