Kudus (ANTARA News) - Satria Adi (11) memandang ke arah kakek, nenek dan kakak perempuannya setiap kali berhasil menorehkan angka pada tahap kedua audisi umum bulu tangkis PB Djarum di Kudus, Rabu.




Ketika nenek dan kakeknya tersenyum, ekspresi sumringah serta merta terpancar dari wajah siswa sekolah dasar itu.





Sukirin (77) dan Warkiah (63), yang datang dari Purwokerto, tampak santai menyelonjorkan kaki di belakang arena pertandingan. Tak ada aura tegang pada keduanya.




"Sudah biasa (menonton Satria bertanding). Enggak masalah kalau panas juga," kata Warkiah kepada ANTARA News di GOR Djarum, Jati, Kudus, Rabu.




Dia berangkat dari Purwokerto ke Kudus dua hari lalu, naik mobil bersama anggota keluarga yang lain. Dalam perjalanan, mereka sempat mampir di Yogyakarta.


Warkiah dan keluarga akan terus mendampingi Satria hingga audisi berakhir. Dia berharap cucunya lolos audisi dan selanjutnya bisa menjadi pebulutangkis dunia.




Ia mengatakan bahwa ini bukan kali pertamanya menonton dan menunggu pertandingan Satria. Dia sudah beberapa kali melakukannya.





Turunan





Kegemaran Satria pada bulu tangkis ternyata menurun dari Sukirin dan Warkiah, yang sewaktu muda tergabung dalam klub bulu tangkis.


"Dulu suka main. Bapak kan juga pelatih. Setelah menikah agak jarang main. Sekarang masih main walau kadang lutut suka nyeri," kata Warkiah.




Hobi memainkan raket dan kok lantas menurun pada anak kelima mereka, pebulutangkis nasional era 1990-an Swa Cahayasih.





"Anak kelima saya masuk dulu lolos adusisi, Swa Cahayasih. Sekarang melatih di Makassar. Dulu di Brunei. Dia seangkatan Susi Susanti, Mia Audina, Yuni Kartika," kata Warkiah, menambahkan bahwa ketika pulang ke Purwokerto, sang anak meluangkan waktu untuk melatih keponakannya.




(BACA: Dari Karangbener sampai Mimika demi bulu tangkis)