"Siapa yang punya pangan, dia yang mengendalikan," kata Presiden saat orasi pada sidang terbuka dalam rangka "dies natalis" Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kampus Dramaga Kabupaten Bogor, Rabu.
Menurut Jokowi, ke depan seluruh negara akan berebut pangan, energi, air sehingga perlu disiapkan logistik yang memadai agar negara tidak mudah ditundukan.
"Tanpa ketersedian logistik yang mencucukupi, negara ini mudah dikalahkan, mudah ditundukan karena ke depan bukan politik lagi yang jadi panglima, mungkin bukan hukum lagi yang jadi panglima tapi pangan yang menjadi panglima," katanya.
Oleh sebab itu, lanjut Presiden, paradigma-paradigma baru dan inovasi baru tentang pangan harus dikeluarkan dan diciptakan.
"Tanpa itu sulit rasanya kita kompetisi, sulit bersaing dengan Negara lain," kata Jokowi.
Presiden dalam kesempatan ini kembali mengingatkan perubahan global yang sangat cepat tidak bisa dihindarkan dan Indonesia mau tidak mau harus mengikutinya jika tidak ingin kalah bersaing.
Bahkan Jokowi mengaku sering menegur para menterinya, terkait urusan pangan. Dia mencontohkan masalah nelayan karena menterinya berpuluh-puluh tahun tidak bisa menyelesaikan masalah cantrang.
"Sudah berpuluh-puluh tahun ngurusin cantrang tidak selesai. Padahal dunia sudah berubah ke offshore aquaculture, kenapa kita tidak bisa mengikuti era perubahan yang sangat cepat ini," katanya.
Presiden meminta mendidik para nelayan agar bisa membangun sebuah offshore aquaculture sehingga masalah cantrang bisa selesai.
"Tapi berikan edukasi yang baik mengenai offshore aquaculture," katanya.
Sedangkan di bidang pertanian, Presiden berharap adanya peningkatan nilai tambah petani dengan cara mengkorporasikan agar bisa mendapat keuntungan sebesar-besarnya dari dia melakukan penanaman pertanian.
Presiden mengakui bahwa kondisi petani di Indonesia sebagian besar hanya memiliki lahan-lahan kecil, yang hanya berkisar 0,25-0,3 hektar saja.
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani tersebut, kata Presiden, perlu adanya langkah untuk mewujudkan korporasi petani, nelayan dan peternak.
"Tidak bisa kita biarkan mereka bekerja satu per satu seperempat hektar, 0,3 hektar, tidak mungkin, percaya kepada saya, harus mulai pemikiran-pemikiran besar ke arah itu," katanya.
Presiden berharap ada langkah total untuk mengubah paradikma, sehingga petani harus memiliki dari hulu sampai hilir.
"Proses itu harus kita siapkan. Korporasi itu harus kita siapkan. Saya memiliki keyakinan IPB memiliki kemampuan untuk menyiapkan petani-petani kita ke arah itu," harapnya.
Dalam hal korporasi petani ini, Jokowi mengungkapkan di Sukabumi, Jawa Barat, sudah menerapkannya dan bisa diterapkan di daerah lainnya.
"Minggu lalu saya ke Sukabumi, untuk cari contoh korporasi petani. Ternyata ada di sukabumi. Yang namanya PT BUMR Pangan, koperasinya Arohmah, ini adalah korporasi petani," ungkapnya.
Jokowi menjelaskan bahwa yang dikorporasikan atau yang digabungkan bukan tanah yang ada, tetapi para petani-petaninya yang ada.
"Saya lihat di sana aplikasi untuk berproduksi sudah diatur, sirkulasi tiap hari ada panen terus, dengan penggunaan bibit berbeda-beda, karena tiap musin benihnya berbeda," ungkapnya.
Presiden juga menyebut sudah digunakan proses penggilingan padi secara modern, dimana ada proses pengeringan dan keluar sudah dalam bentuk "packaging" yang bagus.
Korporasi petani di sukabumi ini, kata Jokowi, juga memiliki pemasaran secara "online" sehingga hasilnya dengan mudah dipasarkan.
"Cara-cara seperti ini yang harus kita intervensi, kalau tidak petani kita sampai kapan pun tidak akan "start" dan meloncat keuntungannya," kata Presiden.
Presiden berharap ini tidak hanya urusan padi saja, tetapi juga untuk tanaman holtikultura juga bisa diterapkan agar nilai tukar petani bisa bertambah, ***3***